Siang yang terik begini biasanya aku dan Dewani sibuk memilah milah hasil koleksi kami yang nyeleneh itu, dan sambil bersenda gurau mengenai goa mana lagi yang akan kami jadikan tempat untuk bersemedi minggu depan. Sebagai adik, aku biasanya lebih banyak menuruti kemauan Dewani, mungkin juga caraku untuk menghormati dia. Kami jarang sekali berselisih paham, jika ada salah paham kami langsung bicarakan empat mata berdua. Dan jarang sekali kami sampai harus bertarung sengit, terakhir kali bertarung karena rebutan wanita dari desa sebelah. Dan akhirnya Dewani mengalah kepadaku, sebenarnya wanita itu memang sudah memilih aku dari awal perkenalan. Cuma Dewani tidak bisa terima keputusan wanita tersebut, dan sengaja menantangku untuk bertarung.
Tepat dihari kami akan bersemedi, sejenak kudengar sayup sayup nyanyian gunung itu seakan memanggil jiwaku, terasa merdu, indah seperti suara seorang ibu yang sedih kehilangan anaknya.
Hati ini berdebar kencang apakah ini gerangan, mengapa hati ini terasa berat (belum pernah seperti ini sebelumnya). Suara siapakah itu, suaranya seperti aku kenal namun semu. Ingin aku bertanya kepada Dewani, tapi kuurungkan niatku mengingat kami harus segera memulai persemedian kami. Biar kusimpan sendiri saja soal ini dulu, nanti jika waktu tepat akan kubicarakan dengan Dewani.
Malam ini giliran aku yang harus berjaga pertama, karena Dewani yang akan bersemedi lebih dulu. Bukan aku kalau ga nyeleneh ya, sambil senyum nakal menyerupai rubah merah. Hmm.. sepertinya bakal ada yang baru akan dimakamkan beberapa hari lagi, dan sudah tahukan apa yang sedang aku pikirkan. Sejak kecil memang aku terlahir lebih peka daripada Dewani, bahkan aku bisa mengetahui kejadian kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan ketika kejadian kami diculik pun sebenarnya aku sudah diberitahu, tapi apalah daya aku masih berupa bayi tanpa dosa begitu, Toh, akhirnya kami berdua selamat kan!
Selama ini firasatku tidak pernah salah, dan bahkan bau kematiannya saja aku sudah bisa menciumnya, baunya kuat, pekat menghambur diudara sekitarku. Ada enak dan tidak enaknya mempunyai kelebihan seperti ini, beruntung aku mempunyai seorang paman Ranu, beliau sangat mengerti sekali mengenai kelebihanku ini. Beliau membimbingku agar tidak boleh takabur menyalahgunakan kelebihanku, harus tetap eling dan membumi.