Paman Ranu selalu berkata, waktu kalian lahir itu bumi ini seakan menolak untuk bersikap ramah kepada penduduk desa Randuireng, banyak bencana dan meminta tumbal. Tak terhitung berapa banyak tumbal bayi laki laki kala itu, dan tak habis pikir lagi yang dijadikan tumbal selalu bayi laki laki penempah batu di desa kami. Entah kesialan apa yang telah keluarga mereka lakukan terhadap bumi ini, sehingga bumi murka terhadap mereka.
Tumbal pertama lahir dari pasangan muda penempah batu wilayah barat desa Randuireng, tepat tanggal 1 bulan 7 Kliwon dan disaat kegembiraan menanti anak laki laki pertama mereka, disaat itu pula mereka harus menerima kenyataan pahit bahwa anak mereka akan menjadi tumbal pertama dalam malapetaka yang terjadi di desa kami. Kebayang wajah mereka ketika diberitahu oleh sepuh desa kami, pucat pasi seakan darah mereka mengering duluan saat itu juga. Bagaimana tidak seorang anak laki laki pertama mereka harus dikorbankan menjadi tumbal pertama, anak yang telah mereka tunggu tunggu sejak usia ketiga pernikahan mereka. Anak yang seharusnya menjadi pelipur hati mereka harus ditakdirkan meninggal menjadi tumbal jahanam!
Upacara tumbal pertama berlangsung sangat meriah, bahkan berlangsung tujuh hari tujuh malam, kami semua penduduk desa tidak ada yang tertidur satu pun, entah setan apa yang telah merasuki kami semua. Semua dipersiapkan dengan sempurna, tak boleh ketinggalan satu nafas pun, terlebih lagi untuk sang ibu yang akan melahirkan bayi laki laki itu, dia dimandikan dengan ramuan air khusus dan sangat menusuk hidung (kalau menurut pamanku ya baunya seperti bau mayat yang telah berhari hari meninggal lalu dimandikan kembali, tidak ada orang yang sanggup bertahan dengan mencium bau air itu)!
Tiba saatnya si bayi laki laki keluar, dengan dibantu oleh dukun beranak di desa kami, proses kelahirannya kali ini sangat mudah dan tidak memakan waktu lama, dengan sekali tarik keluarlah bayi laki laki itu, tampak sehat dan menggemaskan, namun sayang sebentar lagi akan meninggal dengan cara yang mengenaskan. Darah segar yang mengalir dari bayi laki laki itu masih teringat jelas di ingatan pamanku, ngeri memang melihat bayi laki laki itu menangis seakan berteriak, tapi tidak ada yang mau peduli padanya.
Semua penduduk desa seakan menjelma menjadi mahluk mahluk hitam yang kesetanan, berebutan untuk bisa meminum darah bayi laki laki malang tersebut. Darah si bayi sampai kering tak bersisa, hanya tersisa kulit dan tulangnya saja, mengering. Setelah upacara tumbal tersebut, jasad si bayi akan dikeringkan kembali dan dijemur dengan sempurna, setelah itu baru diawetkan kembali direndam dalam guci khusus yang diberi ramuan semacam arak pahit (gunanya untuk menolong roh roh orang yang tidak bisa kembali setelah diserang oleh ilmu hitam).