Bau mayat baru ini membuatku merasa lapar, iya lapar untuk segera mengumpulkan koleksi baruku kembali (tali ikatan pocong yang masih segar), tepat seperti dugaanku sedang ada pemakaman salah satu penduduk desa yang konon katanya meninggal karena serangan ilmu hitam keras dan mematikan. Baunya semerbak di cuping hidungku, ah... aku sungguh menyukainya, batinku bergejolak seakan menari nari kesenangan. Nyeleneh memang hobiku ini, tapi ya apa boleh buat, aku tidak bisa hidup tanpa koleksiku ini.
Kakakku Dewani sudah meluncur duluan sedaritadi, karena dia tidak mau kehilangan momen dari pengumpulan air bekas pemandian jenazah yang dia sukai itu. Dalam hati, untung hobi kami berbeda ya, kalau tidak bisa bisa kami bertarung berebutan jatah koleksi kami.
Biasanya sehabis berburu koleksi baru ini, kami berdua akan janjian bertemu di tempat kesukaan kami yaitu salah satu gua di pegunungan Arjuno, sambil tertawa riang lepas dan bahagia. Gua penyimpanan koleksi kami bahkan hampir penuh dan sepertinya kami harus segera mencari gua penyimpanan yang lain buat koleksi koleksi kami yang akan datang. Dewani setuju dengan pendapatku, langsung aku sendiri segera melesat ke bagian utara pegunungan Arjuno, dan kakakku melesat ke bagian selatan pegunungan Arjuno, dengan harapan dapat menemukan tempat yang pas untuk menyimpan koleksi kami berikutnya. Karena tidak sembarangan gua bisa jadi tempat penyimpanan koleksi koleksi kami, syarat pertama kami harus bersemedi dahulu di gua tersebut, merasakan aroma, kekuatan gua tersebut dan koneksi batin dengan penunggu gua tersebut. Jika sudah terkoneksi dengan baik, baru bisa kami jadikan tempat penyimpanan koleksi kami.
Sudah menjelang matahari terbenam, kami pulang kembali ke desa kami, dan paman Ranu berlari menghampiri kami, sambil berteriak, kemana saja kalian ini! Sini mendekatlah, desa Randuireng telah kedatangan tamu asing, badannya pendek, kulitnya kuning menyala, rambutnya setengah putih setengah hitam, sangat aneh menurutku. Siapakah dia gerangan!
Paman Ranu sudah bersiaga sedaritadi sejak sosok asing itu muncul di desa kami, bagaimana bisa dia menembus mantra gaib kami, pasti dia bukan orang sembarangan, bukannya dia antipati dengan orang asing, dia hanya ingin melindungi seluruh penduduk desa Randuireng dari marabahaya. Kami pun langsung bergabung dengan paman Ranu untuk menemui sosok asing itu, dan menurut penglihatanku dia tidak terlalu berbahaya, dia hanya ingin berbicara empat mata dengan paman Ranu, ada sesuatu yang penting menurutnya. Aku hanya termenung memikirkan bagaimana sosok asing ini bisa tidak terdeteksi oleh mata batinku. Aneh, sungguh aneh!