Sejak pertemuannya dengan sosok asing tak bernama itu, paman Ranu jadi lebih banyak diam dan menyendiri. Sosok asing itu pun langsung menghilang setelah berbicara empat mata dengan paman Ranu, kami sendiri tidak mengetahui apa yang telah mereka bicarakan, apakah penting atau ada sangkut paut dengan desa Randuireng. Kami hanya bisa menerka nerka sendiri tanpa banyak bertanya.
Selang seminggu lamanya baru paman Ranu mau berbicara dengan kami keponakannya, dari pembicaraan ini aku menangkap kalau ada hal penting yang ingin beliau ceritakan kepada kami berdua. Diajaklah kami berdua menuju ruangan kecil tersembunyi di balik dinding rumahnya, takjub kami pun baru kali ini mengetahuinya. Di ruangan itu kami duduk di sebuah meja bulat dan kursi yang terbuat dari kayu jati hitam, dengan penerangan seadanya.
Sebelum bercerita Paman Ranu meminta maaf jika selama ini menutupi cerita yang sesungguhnya, itu atas permintaan ayah kami sendiri untuk menutupi hal ini dan menunggu waktu yang tepat untuk menceritakan kepada kami. Dimulai dengan cerita tentang asal usul orang tua kami, mulai dari ayah kami Lingga DamarJati, sosok penerus keluarga Jati yang terakhir. Lalu ibu kami Gendhis Mahaeswari Andamari, putri tunggal dari penguasa Agung Gunung Arjuno, tempat dimana desa kami berada tepat di lereng pegunungannya.