Ada suatu sisi sakral dari pegunungan Arjuno yang konon katanya tidak boleh tersentuh oleh manusia, jika ada manusia yang nekat untuk menyentuh bahkan mengambil bagian dari gunung Arjuno, taruhannya adalah nyawa. Mungkin kalau ditelusuri hal inilah yang menjadi penyebab utama mengapa tumbal bayi laki laki selalu datang dari keluarga penempah batu di desa kami. Leluhur mereka telah melakukan kesalahan yang fatal dan membuat penguasa gunung Arjuno murka. Selidik punya selidik, dahulu kala leluhur penempah batu mengambil batu batu yang letaknya di sisi sakral dari pegunungan Arjuno tersebut, tanpa meminta ijin dari empunyanya.
Setelah kejadian itu muncullah bencana gempa bumi di desa Randuireng selama tujuh hari, para sepuh mulai cemas apakah gerangan ini yang menyebabkan penguasa gunung Arjuno murka. Setelah dilakukan upacara permohonan, barulah utusan dari gunung Arjuno datang ke desa kami, dan mengutarakan penyebab kemurkaan penguasa gunung Arjuno. Kemudian dibawalah leluhur penempah batu tersebut untuk diadili, konsekuensinya adalah nyawa mereka sendiri.
Leluhur penempah batu itu memohon ampun yang sebesar besarnya kepada penguasa gunung Arjuno, mereka tidak sengaja mengambil batu batu tersebut, mereka sampai bersujud memohon ampun kepada para sepuh desa Randuireng. Demi keberlangsungan keamanan desa, akhirnya para sepuh mencoba mengajukan banding dan mengajukan syarat perjanjian kepada utusan penguasa gunung Arjuno.
Utusan itu mencoba berkomunikasi dan bersemedi dengan penguasa gunung Arjuno, menyampaikan perihal syarat perjanjian tersebut apakah disetujui atau tidak. Semua keputusan tergantung penguasa gunung Arjuno. Tidak berapa lama suara petir tampak berkilat kilat menyambar di sekitar pepohonan deket kami semua berdiri, kami semua pun tampak kaget setengah mati. Setelah itu utusan dari gunung Arjuno mendatangi para sepuh dan berbicara sesuatu. Tampaknya penguasa gunung Arjuno tidak menyetujui syarat yang diajukan, hanya saja untuk dapat melindungi anggota keluarga lainnya tetap harus diadakan perjanjian darah, harus ada pengorbanan dari salah satu anggota keluarga penempah batu selama kurang lebih dua puluh tahun dari sekarang. Begitu pesan sudah tersampaikan, utusan dari gunung Arjuno pamit dan pergi begitu saja bagai angin.
Dan sekarang setelah hampir dua puluh tahun terikat dengan perjanjian berdarah ini, menurut para sepuh desa kami, kontrak perjanjian yang telah berlangsung seharusnya sudah mencapai batasnya untuk bisa diperbarui kembali. Namun, siapakah yang berani mengajukan kontrak perjanjian baru tersebut kepada penguasa gunung Arjuno?