Narakha

Ajensha
Chapter #2

°■1□•

Kumainkan sedotan di gelas berisi jus lemon. Terlalu banyak beban dalam pikiranku, hingga untuk minum sekadar menghilangkan dahaga pun rasanya tak nyaman.

   Bayangan-bayangan masa lalu kembali menghantui pikiranku. Seperti bagian-bagian vidio yang terus terputar di otakku, membuat perasaan tak nyaman di hati. Antara benci, sedih dan sakit yang berlebih berpadu menjadi satu.

   Seakan hidup di dunia yang aneh. Aku hidup dimasa depan namun jiwaku terperangkap dimasa lalu, terperangkap dalam ruang gelap penuh kesengsaraan.

   Mataku mulai berkaca-kaca, sepertinya sekarang juga aku akan menangis. Aku segera beranjak pergi menuju toilet, aku tak mungkin menangis di tempat ini, kantin yang ramai dengan banyak mahasiswa.

   Dengan cepat aku bangkit berdiri. Ku langkahkan kakiku menuju toilet dan merasakan bahwa tak ada seorang pun di sini. Air mata pun tidak dapat ku bendung lagi, ku menangis tersedu-sedu, menumpahkan semua kesedihanku. Kesedihan bercampur rasa sakit yang mendalam yang sulit untuk dihilangkan. 

   Andai aku memiliki teman yang bisa ku ajak curhat dan saling berbagi kesedihan dan kebahagiaan, pasti itu akan lebih baik. Namun di sisi lain aku juga menyukai kesendirianku, karena tak ada yang bisa menggangguku dan membuat hari ku jadi tak menentu.

**************

   Hari ini pulang kampus lebih awal. Aku tidak langsung pulang ke rumah, ku sempatkan waktuku mengunjungi pantai yang sudah lama tidak ku kunjungi. Pantai yang bersejarah bagiku. Pantai yang penuh kenangan masa laluku. Terlintas berbagai kenangan indah yang tak bisa untuk ku lupakan. Memori masa lalu itu kembali terputar dipikiranku. Namun sesak menyerang hatiku, antara kesedihan dan rasa sakit di akhir cerita yang semula indah.

   Aku membenci masa laluku, namun anehnya aku selalu rindu dengan pantai ini. Pantai yang indah dan damai. Aku suka tempat ini. Ku peluk erat kedua lutut kaki sembari menatap langit biru cerah yang indah. Syukurlah hari ini udara lumayan sejuk dan cuaca yang mendukung, sehingga aku tidak kepanasan di bawah sinar matahari.

  Ku biarkan angin membelai rambut panjangku dengan lembut. Ku tenangkan pikiranku, menarik napas dan menghembuskannya dengan perlahan. Walau tak semua beban bisa ku lepaskan, tetapi ini lebih baik daripada yang sebelumnya.

Lihat selengkapnya