Kupandangi saputangan biru ini dan mengamati semua bagiannya secara rinci dan aku menemukan tulisan kecil. Jika dilihat sekilas, kita tidak dapat membacanya, tulisan itu sangat kecil. Aku segera membaca tulisan tersebut, aku pun mengejanya satu persatu huruf di dalamnya "R A K H A". Siapa orang itu, mungkin dia yang menyuruh gadis kecil itu memberikan saputangan biru ini kepadaku. Aku harus segera mencari tahu orang itu. Mungkin dia kuliah di kampus ini juga, sama seperti diriku. Aku harus mengembalikan saputangan ini, kemarin sama sekali tak kupakai dan masih bersih sehingga aku tidak mencuci saputangan ini. Aku juga harus mencari tahu apa maksud orang ini memberikan saputangan birunya kepada diriku.
Dengan langkah cepat aku berjalan menuju kantin untuk bertanya kepada para mahasiswa lain, tentang apakah mereka mengenali semua siapapun itu yang bernama "RAKHA". Aku harus menemukan siapa Rakha pemilik saputangan biru ini.
Saat aku hendak pergi ke kantin. Karena berjalan terburu-buru, aku tiba-tiba terjatuh dan kakiku terkilir. Bagaimana ini, aku harus mencari seseorang yang bernama Rakha itu, aku harus segera mengembalikan saputangan biru ini kepadanya.
"Boleh aku bantu." Kata seseorang. Kudongakkan kepalaku menuju ke sumber suara di mana sekarang sudah berdiri si pemarah. Kelihatannya dia tulus kepadaku. Tapi aku tak butuh bantuan, aku bisa berdiri sendiri.
"Aku bisa berdiri sendiri." Terangku sambil berusaha susah payah untuk berdiri dengan memegangi dinding. Aku pun berdiri dengan susah payah tapi kakiku sangat sakit dan aku hampir saja terjatuh untuk kedua kalinya ke lantai. Namun melihatku yang hampir terjatuh, ia segera menggenggam tanganku dengan sangat erat dan menuntunku berjalan. Ternyata dia bisa manis juga. Eh, tapi mungkin ini adalah jebakan darinya. Aku harus tetap berwaspada.
"Tidak usah membantuku!" pintaku padanya, ia pun menuruti perkataanku dan menyudahi kegiatannya tadi menuntun aku berjalan. Namun kakiku benar-benar sakit dan aku terjatuh untuk sekian kalinya.
"Izinkan aku membantumu. Kaki kamu terkilir, harus segera diobati." Harapnya, lalu mengangkatku dari lantai. Ia kembali menuntunku. Sepertinya tak ada cara lain, aku mungkin harus membiarkannya membantuku.