Narakha

Ajensha
Chapter #7

°■6□•

Kutatap lekat-lekat gelang berwarna biru muda yang masih tersimpan di kotak merah kecil. Gelang yang bertuliskan Rangga. Gelang ini mempunyai begitu banyak kisahku di masa lalu. Aku tidak bisa membuang gelang ini, aku masih ingin menyimpan benda ini. Meski begitu, tak berkurang sedikit pun kebencianku pada semua yang terjadi di masa lalu. Serta sosok-sosok yang ada di dalamnya. Hingga saat ini, aku masih membenci makhluk bernama laki-laki. Namun anehnya, si pemarah dapat meredam emosiku dan tergantung padanya aku tak berdaya lagi. Hanya dia yang bisa membuatku tenang untuk saat ini. Ah sudahlah, kok jadi puitis begini, gak gitu juga kali.

Pikiranku melayang kembali ke masa laluku. Mengapa malam ini aku dihantui dua memori sekaligus. Memori masa lalu dan memori tentang si pemarah. Entah mengapa ia bisa masuk begitu saja ke dalam pikiranku. Tapi adanya ia di pikiranku membuat hatiku sedikit tenang walau aku tahu untuk apa aku memikirkannya.

Aku pun tertidur lelap setelah beberapa menit dihantui kedua memori itu, malam semakin senyap dan aku masuk ke dalam dunia mimpi.

**************

"Ahhh.." Teriakku berusaha bangun dari mimpi burukku. Mimpi itu sangat menyeramkan untukku. Mimpi tentang masa laluku yang menyakitkan. Kutarik napas dan membuangnya perlahan-lahan, mencoba menjernihkan pikiranku agar mimpi itu tidak terbayang-bayang.

Kulirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 04:56. Aku buka selimutku, lalu merapihkan tempat tidurku. Setelah itu, kuambil handuk dan aku pun berniat untuk mandi dan mengambil air wudu. Barulah aku mengganti pakaianku dan mengenakan mukena berwarna biru muda dengan gambar bunga sakura berwarna merah muda yang menambah cantik mukena ini. Mukena ini adalah mukena kesayanganku, karena ini adalah hadiah dari bunda saat aku berulang tahun setahun yang lalu. Aku pun segera menunaikan ibadah salat subuh.

Usai selesai salat subuh, aku segera memilih baju yang sesuai untuk aku pakai ke kampus. Setelah selesai bersiap-siap, aku segera mengenakan sepatuku yang berwarna putih. Seperti biasa, kubiarkan rambutku terurai begitu saja. Sementara itu wajahku sama sekali tidak kupakaikan make up, aku lebih suka yang alami dan natural.

Kumasukkan beberapa buku-buku pelajaran ke dalam tasku dan tak lupa kumasukkan juga telepon genggamku ke dalamnya. Setelah itu, aku keluar dari kamarku sembari menggendong tasku. Kuturuni satu persatu anak tangga, berjalan menuju dapur yang letaknya bersebelahan dengan ruang makan. Kulihat bunda sedang memasak di dapur, aku pun menghampirinya. Kubantu bunda menyiapkan sarapan pagi untuk kami sekeluarga.  

Usai sarapan pagi, aku segera berpamitan untuk segera berangkat ke kampus. Kucium punggung tangan bunda dan ayahku.

"Nara pamit dulu bun, yah." Aku segera berbalik badan dan siap untuk melangkah, akan tetapi ayah mencegatku. Membuatku membalikkan badanku lagi ke arahnya.

"Gak mau bareng sama ayah?" tanya ayah sembari beranjak dari tempatnya duduk tadi. Ia sudah siap dengan kemeja abu, jas hitam dan dasi di kerahnya. Tak lupa tas hitam yang ditenteng olehnya.

"Tapi bukannya ayah ada meeting di kantor, bisa telat kalau anter Nara dulu." Jawabku.

"Sekali-kali gak papa, ayah ingin mengantar putri ayah ke kampus dengan selamat." Ucap ayahku itu.

"Yasudah, Nara ikut ayah." Balasku dengan semangat. Jarang-jarang diantar ayah. Sekali-kali, biar irit ongkos. Hehehe...

Bunda segera mencium tangan ayahku dan mengantar kami keluar. Ya begini deh, keluargaku yang harmonis.

Usai ayahku mengeluarkan mobilnya dari garasi, aku pun segera masuk ke dalamnya. Tak lama mobil melaju keluar dari gerbang rumah. Membelah jalanan yang mulai macet karena banyak yang beraktivitas, apa lagi hari ini bukan hari libur.

Tak lama kami pun tiba di kampus. Aku segera keluar dari mobil ayah sambil mengucap salam kepadanya. Aku pun melangkahkan kakiku masuk ke bangunan kampus. Berjalan menuju kelasku.

**************

Waktunya jam istirahat. Aku segera berjalan menuju kantin, perutku sudah mulai keroncongan saat ini. Kupesan satu gelas jus lemon dan satu mangkuk bakso kuah yang masih panas. Kutiup bakso kuahku agar tidak terlalu panas lalu aku pun memakannya.   

Usai menghabiskan makananku, segera kuminum segelas jus lemonku hingga habis tak bersisa setetes pun. Setelah itu aku segera bangkit dan beranjak menuju ibu kantin untuk membayar pesananku tadi.

Hari ini aku akan membaca salah satu buku novel yang kupinjam dari perpustakaan kemarin. Rencananya aku akan membaca di halaman belakang kampus. Selain tidak terlalu sumpek, udara di halaman juga lebih mendukung, lumayan sejuk.

Seperti yang aku rencanakan tadi. Kubaca salah satu buku yang aku pinjam kemarin. Membacanya dengan cermat. Hanyut dalam cerita yang dibawakan oleh sang penulis novel.

"Kenapa sih baca buku terus, gak bosen apa." Tegur seseorang yang pasti aku sudah mengenalinya. Dia berhasil membuat kefokusan membacaku menghilang.

"Gak usah ganggu deh." Sahutku.

"Bukannya mau ganggu. Habis kamu monoton." Urainya.

"Bisa gak si, gak usah ganggu aku. Sekali aja.." Pintaku, menahan kesal. Walau di sisi lain jujur aku merasa nyaman di dekatnya. Aku tidak bisa seperti ini. Laki-laki tetaplah laki-laki. 

"Ikut aku yuk, kesuatu tempat." Ajaknya. Apa maksudnya mengajakku kesuatu tempat. Jangan-jangan dia akan menjebakku nanti.

"Udah gak usah takut, aku tidak akan menjebakmu." Paparnya. Bagaimana ia bisa mengetahui jalan pikiranku ini.

"Udah..,pokoknya kamu bakalan seneng." Sambungnya lalu segera menarikku untuk bangun dan menggenggam tanganku hangat. Seakan terhipnotis aku membiarkannya menggenggam tanganku, kini perasaan nyaman menghampiri hatiku.

Lihat selengkapnya