Narakha

Ajensha
Chapter #9

°■8□•

Aku harap persyaratan itu tak akan membuatku menyesal. Aku sudah cukup tersiksa dengan memori masa laluku, dan kali ini aku tidak ingin tersiksa oleh seorang pemarah. Eh, maksudku Rakha. Ah, aku benar-benar tidak nyaman menyebutnya dengan nama. Lebih bagus dan terbiasa jika aku menyebutnya si pemarah. Tapi janji tidak lah boleh dilanggar.

Hari ini aku ingin berdiam diri di kelasku saja. Sebenarnya aku malas, jika harus keluar dari kelas. Entahlah, moodku hari ini sedang tidak bagus. Terlebih, aku tidak ingin keluar dan berpapasan dengannya. Aku benar-benar tidak menyangka harus terpaksa menjadi temannya.

Mungkin ini tantangan untukku karena sudah bersedia memenuhi persyaratan yang menurutku konyol darinya. Aku baru saja sadar. Untuk apa aku menurutinya, hanya demi sebuah kotak kenangan yang dapat membuatku jauh lebih hancur. Aku benar-benar bodoh sekarang.

Pikiranku mulai kosong dan aku hanyut dalam memori masa lalu. Kembali mengenang semua yang ada. Sampai di titik puncaknya, aku mulai merasakan sakit yang sama. Goresan itu terlalu dalam, membuatku tak dapat melupakannya. Aku menangis, pertanda rasa sakit dan kesedihan itu kembali menjalar dalam hatiku.

"Pakai ini aja Nar." Ucap seseorang. Suara itu mengembalikan kesadaranku ke masa kini. Masa yang aku jalani dan aku hadapi. Kini pandanganku mengarah pada sosok si pemarah atau Rakha. Ia menyodorkan sebuah saputangan biru yang sempat ia berikan padaku waktu itu. Namun aku tak kunjung menerimanya.

"Udah, pakai aja." Pintanya. Aku pun segera meraih saputangan itu. Lalu menghapus air mataku.

"Makasih ya. Aku janji bakal kembaliin segera mungkin setelah aku mencucinya." Balasku sambil tersenyum ke arahnya.

"Udah, kamu simpan aja ya.." Harapnya dan entahlah saat itu aku menganggukan kepala.

Entah sinar apa yang selalu terpancar di mata indahnya. Mata indah yang selalu menimbulkan perasaan nyaman dengan sendirinya dan senyuman manis yang menghangatkan. Aku menyukainya. Ralat, maksudku senyuman dan mata indahnya. Bukan Rakha.

Kekuatan itu mulai terasa adanya. Mata indah itu bisa membuatku melupakan memori masa laluku, walau hanya sementara. Aku sudah cukup merasa nyaman sekarang.

"Kenapa kamu baik sama aku?" Spontan pertanyaan itu keluar dari mulutku begitu saja.

"Jawabanku simpel. Karena aku merasa kamu adalah sumber kebahagiaan buat aku." Sahutnya membuatku bingung dengan apa yang sudah dilontarkannya baru saja. Namun kata-katanya dapat membuatku tersenyum dalam hati.

"Udah, gak usah dipikirin, lupain aja kata-kata aku yang baru saja aku ucapin." Kilahnya tersenyum kikuk. Senyuman itu menyiratkan kegugupan yang ia sembunyikan. Kalau dilihat-lihat, dia lucu juga kalau sedang gugup seperti ini. 

"Kamu lucu kalau lagi gugup." Godaku sambil mentertawainya.

"Lucu apanya sih?" tanyanya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Yeh, marah. Dah ah.." Aku pun berjalan pergi meninggalkannya dan ia pun ikut beranjak mengikutiku sambil berteriak-teriak memanggilku. Kalau dipikir-pikir, ternyata dia orangnya seru juga.

Lihat selengkapnya