Hari ini hari liburku. Jadi sekarang aku bisa bersantai di rumahku. Aku pun mengisi pagi ini dengan menulis di buku diary, mengenai suasana hatiku untuk saat ini. Namun tiba-tiba handponeku bergetar karena ada WhatsApp masuk dari tante Raini, bundanya Rakha. Ya, mungkin Rakha memberi nomorku kepada tante Raini.
Tante Raini
Assalamu 'alaikum sayang, maaf tante lupa memberi tahu kan kamu.
Nara Darma Kusuma
Wa 'alaikumussalam, apa yang ingin tante beri tahukan kepada Nara?
Tante Raini
Tante lupa memberi tahukan kamu bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Rakha.
Nara Darma Kusuma
Lalu apa yang akan kita lakukan tante?
Tante Raini
Kita akan membuat kejutan untuknya.
Nara Darma Kusuma
Tante. Biar semakin tambah ramai, Nara akan berpura-pura menjauhinya. Anak tante itu kelihatannya sensitif banget.
Tante Raini
Tapi setahu tante, Rakha itu anak yang tidak pernah sensitif.
Nara Darma Kusuma
Tapi kenapa ya tan? terkadang dia itu suka sensitif jika di dekat Nara.
Tante Raini
Mungkin Rakha suka sama kamu. Nara sayang.
Nara Darma Kusuma
Ah tante ada-ada saja.
Tante Raini
Yasudah, sudah dulu ya sayang. Assalamu 'alaikum.
Nara Darma Kusuma
Iya tan. Wa 'alaikumussalam.
**************
Tak perlu banyak waktu untuk dekat dengan tante Raini. Ia adalah tipikal seseorang yang enak diajak berkomunikasi, sehingga baru saja mengenalinya, kini kami berdua sudah langsung akrab saja. Beda loh dengan anaknya yang menyebalkan, sensitif, dan terkadang juga ingin menang sendiri. Tapi kenapa ya Rakha gak pernah bilang soal hari ulang tahunnya???
Namun apa yang tante Raini katakan tadi di WhatsApp. Rakha menyukaiku. Ah, kenapa rasanya ada sedikit suatu hal aneh yang mengganjal di hatiku. Aku pun mulai tersenyum- senyum sendiri, mengingat kembali percakapan kami di WhatsApp. Hingga pada akhirnya sebuah ketukkan di pintu kamar menyadarkanku.
"Masuk." Pintaku. Tak lama bunda pun masuk ke kamarku. Ya, bunda mungkin akan berangkat ke kantor dan begitu pun dengan ayah.
"Ada apa bun?" tanyaku kepadanya.
"Ayo kita sarapan pagi bersama dulu." Jawabnya. Memintaku untuk sarapan bersama.
"Iya bun, yuk." Ucapku. Aku pun segera mengekor bunda dari belakang, setelah meraih tas ku yang di dalamnya ku isi dompet dan handpone. Menuruni satu persatu anak tangga. Hingga akhirnya kami berdua sampai di ruang makan dekat dapur. Ayah sudah menunggu kami di sana.
Acara sarapan pagi pun tak menghabiskan terlalu banyak waktu lama dan tak lama kami pun selesai makan. Aku segera membantu bunda mencuci piring-piring kotor bekas kami sarapan tadi.
"Sayang, bunda dan ayah berangkat dulu ya." Pamit bunda. Aku segera mencium punggung tangannya lalu berganti mencium punggung tangan ayah.
"Assalamu 'alaikum." Sambil berjalan keluar rumah.
"Wa 'alaikumussalam." Hingga mereka akhirnya benar-benar pergi berangkat ke kantor. Lalu tak lama. Terdengar deru mobil di luar, hingga akhirnya suasana berubah menjadi hening.
Tiba-tiba terdengar suara ketukkan di pintu rumahku. Dengan langkah malas aku berjalan menuju ke pintu depan rumah, lalu membukanya. Mataku mendapati sosok Rakha yang tengah berdiri sembari telapak tangannya ditempelkan ke dinding. Ini saat yang tepat untuk beraksi.
"Nar. Keluar yuk, jalan kek ke mana gitu." Ajaknya.
"Enggak ah." Tolakku.
"Yuk, temenin aku jalan." Rengeknya setengah memaksa.
"Ih. Ko maksa sih, udah pergi aja sendiri." Usirku berpura-pura tidak menerima kehadirannya.
"Tega banget sih." Keluhnya sambil memalingkan wajahnya ke arah lain dan aku lihat sepertinya ia marah. Sensitif banget sih jadi manusia. Tapi lucu juga kalau marah. Eh, tapi aku tidak boleh tertawa. Jangan sampai ia tahu aku sengaja berpura-pura menjauhinya. Dengan cepat ku banting pintu dan sepertinya ia terkejut dengan ulahku.
"Nara, kamu kenapa sih?" tanyanya dari luar.
"Udah, pergi sana." Pekikku setengah berteriak di balik pintu rumah yang tertutup rapat dan sengaja aku kunci.
"Aku gak bakalan pergi, tapi aku tetap akan tunggu kamu di sini." Wah Rakha ini bersikeras dan keras kepala juga ternyata. Mengajak aku untuk jalan bersamanya. Tapi sebenarnya aku juga ingin jalan bersama dengan dia. Walau begitu, harus aku selesaikan dahulu tugasku menjailinya.
"Yaudah. Tunggu aja di situ, sampai kiamat sekalian. Dah ah, kembali ke kamar aja." Ketusku sedikit dilebih-lebihkan. Namun, itu hanya tipu belaka. Aku masih ada di balik pintu, memastikan hingga ia benar-benar pergi. Aku harus segera membelikannya hadiah ulang tahun.
Suasana berubah hening. Apa dia sudah benar-benar pergi. Syukur deh kalau sudah pergi, namun untuk memastikannya aku memberanikan diri untuk melihat di balik jendela. Ternyata ia belum pergi dan masih setia berdiri di luar depan pintu rumahku. Berapa kuat kesabarannya menunggu aku???
Untuk yang kedua kalinya, aku melihat ke arah jendela di mana di luar sana tak ada seseorang pun yang menungguku. Mungkin Rakha sudah benar-benar pergi. Syukur deh, kalau begitu adanya. Dengan cepat aku membuka pintu depan rumah dan setelah kuamati sekeliling di luar sana, memang benar tak ada siapa pun termasuk Rakha.
Saatnya aku pergi dan membeli hadiah ulang tahun untuknya. Hadiahnya harus menarik dan berharga, tapi apa ya?? mungkin gelang persahabatan. Oke, aku akan membeli gelang persahabatan yang paling bagus untukku dan Rakha.
Berhubung aku sudah rapih dan siap dengan tasku, sehingga tak perlu tunggu lama lagi untuk berpergian. Eh jangan sangka, aku selalu terlihat rapih walau ini hari libur dan bila hanya di rumah saja. Aku memang tidak terlalu paham tentang fashion, tetapi aku suka kerapihan.