Nara, lengkapnya Naratama, pemuda dengan IQ 67, penyandang keterbatasan diri dan menderita kelemahan daya ingat. Namun seluruh anggota badannya berfungsi normal sebagaimana layaknya. Ia kini berusia 21 tahun.
Secara fisik Nara sama seperti pemuda seusianya. Tinggi badan proporsional dengan beratnya. Wajah, ia termasuk pemuda cukup tampan. Bahkan hidungnya ada kekhasan Timur Tengah. Ia terkesan ramah, senyumnya selalu tersungging di bibir jika bertemu dengan orang yang ia kenal maupun yang ingin ia kenal. Hanya pola pikirnya yang terhambat, atau bahkan berhenti pada logika berpikir anak usia lima tahun.
Meski setiap gerakannya agak lamban. Tapi Nara mampu bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah lembaga pendidikan. Sebelumnya—lebih dari tiga tahun—di kantor kontraktor, dengan pekerjaan yang sama. Ia selalu mendapatkan dispensasi khusus untuk pekerjaannya itu. Ada saja orang yang merekomendasikannya. Meski difabel, Nara adalah pekerja yang ulet, gigih dan bertanggung jawab pada pekerjaannya.
Bagi Nara, setiap orang yang peduli atau perhatian terhadapnya, dianggapnya baik. Dalam penilaiannya, hanya ada dua kepribadian manusia di dunia ini; tipe yang baik adalah yang perhatian pada dirinya dan yang jahat, yang suka nyakitin secara fisik. Nyakitin dengan ucapan tidak jahat dalam kamus interaksi sosial Nara. Dan ia sungguh tak bisa menilai sedikit pun sisi buruk orang yang sudah berbuat baik pada dirinya.
Nara senang dan ikhlas berteman dengan orang yang sudah menyodorkan kebaikannya. Emosinya selalu datar. Ia jarang sekali marah atau bahkan tak pernah punya alasan untuk marah, pada siapapun dalam keadaan apapun dan di manapun. Namun ia punya satu alasan untuk marah menurut caranya sendiri, yakni jika ia merasa kecewa. Nara mengekspresikannya dengan diam seribu bahasa dan menyendiri di suatu tempat sunyi. Dalam kesehariannya, ia lebih senang bersama kucing kesayangannya. Apalagi jika sedang kecewa, teman setianya adalah Sibedu alias Si Belang Dua.
Nara merespons setiap interaksi dengan motorik yang kadang tak sinkron. Ia akan meniru pengulangan verbal teman bicara dengan improvisasi sebatas kemampuannya mengekspresikan diri dengan ucapannya. Biasanya ia akan serius menyimak ucapan lawan bicaranya. Gesturnya statis, dan sering tak mengikuti pola berpikirnya yang lemah, sangat sederhana dan terbatas.
Fokus mengingat dan mengulang kata lawan bicara adalah metode yang berhasil diterapkan penterapisnya di awal ia diterapi dua belas tahun yang lalu. Cara itu untuk menanggulangi proses komunikasi Nara pada lawan bicaranya yang tersendat. Ia dahulu gagap bicara karena cedera otak. Selain itu, Nara lemah dalam calistung dan diprediksi ahli kemungkinan akan mengalami hambatan untuk peningkatan kecerdasannya.