NARANDINI

Dzalabu
Chapter #2

Sebuah Amanah

Seperti kali ini, Andini berkunjung lagi ke panti. Kemarin dulu, Bunda Ismi, ibu pengasuh memintanya untuk datang. Agaknya ada sesuatu yang penting ingin dibicarakan.  

Hal yang membuatnya terkejut adalah suasana panti. Kini keadaannya sunyi sepi. Dahulu, ketika Andini masih tinggal di situ, dari luar, dari halaman saja sudah terdengar celoteh riuh rendah suara anak-anak meramaikan suasana panti.

Assalamualaikum!”

Andini sudah berdiri di depan pintu panti. Terdengar pelan suara dari dalam menyahuti salam Andini. Lalu muncul perempuan setengah baya berjalan menyongsong Andini. Ia tergopoh-gopoh sambil tersenyum senang sekali. Perempuan itu diiringi Naratama.

Andini langsung memeluk perempuan di hadapannya. Menumpahkan kerinduannya pada perempuan setengah baya yang pernah menjadi ibu asuh yang membimbingnya dalam segala hal dengan penuh kasih dan ilmu yang madani.

“Bunda, Andin rindu sekali pada Bunda!”   

“Bunda juga!” Perempuan setengah baya berhijab itu, Bunda Ismi, balas memeluk. Lantas ia meneteskan air mata. Keharuan menyenak. Dipandanginya sekujur tubuh Andini.

Masya Allah! Kau sangat anggun dan cantik sekali dengan pakaian hijabmu, Anakku!”

“Karena Bunda yang tak henti-hentinya selalu mengingatkan Andin.”

“Syukurlah. Allah kabulkan doa Bunda.”

Andini memandang ke Naratama yang sudah tak sabar ingin disalaminya.

Diulurkannya tangan Andini pada Nara.

“Adikku!”

Nara mencium dengan takzim tangan Andini.

Bunda Ismi kemudian mengingatkan Nara akan ucapan yang sudah didiktekan sebelumnya; 

“Nara ingin minta apa pada Kak Andin?” Bunda Ismi memancing. Nara berusaha mengingat-ingat.

“Nara ingin minta kerja pada Kak Andin.”

“Kalau tidak kerja, kenapa?” Bunda Ismi mengejar bertanya.

“Kalau tidak kerja—” Nara kembali mengingat-ingat, “kalau tidak kerja tidak bisa ngasih makan Sibedu.”

Terdengar Sibedu yang disebut mengeong. Ia menggosokkan badannya dengan manja di kaki Nara. 

Andini sesaat memandang Nara. Keharuan menyenak di dada, mendengar dialog Bunda Ismi dan Nara. Tak terasa air matanya menetes. Dalam keterbatasannya, ia tetap gigih melaksanakan tanggung jawab pada makhluk peliharaannya.

“Nara sudah tidak kerja lagi?” Andini bertanya sambil memandang Nara.

“Nara sudah tidak kerja lagi, Kak Andin.”

“Kantor kontraktornya pindah,” kata Bunda Ismi menambahkan.

“Kantor kontraktornya pindah, Kak Andin.”

“Nara mau kerja lagi?” Andini spontan menawarkan.

“Nara mau kerja lagi, Kak Andin.”

“Nanti Kak Andin carikan kerja buat Nara.”

“Terima kasih, Kak Andin,” ucap Bunda Ismi agar ditirukan Nara.

“Nara terima kasih, Kak Andin.”

“Sama-sama, Adikku sayang.”

Lalu mereka duduk di ruang tamu.

“Andin haus, Bunda. Mau ambil minum dulu.” Andini masih tetap melakukan kebiasaan seperti ketika ia masih menjadi salah satu penghuni rumah panti itu.

“Silakan, Andin. Kau tahu tempatnya.”

“Bunda juga mau diambilkan?

Lihat selengkapnya