NARANDINI

Dzalabu
Chapter #8

Buru Sergap

Dengan tertangkapnya satu orang yang diduga penculiknya—ia membawa barang bukti uang tebusan tiga ratus juta rupiah—polisi terus berusaha mengembangkan penyidikan lebih lanjut. Sayangnya orang yang tertangkap itu mogok bicara! Pura-pura bisu. Ketika polisi ingin tahu jati diri orang tersebut, ia juga minim identitas.

Nara belum juga diketahui keberadaannya.

Dua hari telah berlalu sejak Nara menghilang! Polisi berdasarkan keterangan dari Andini merasa dikejar waktu untuk segera bisa menemukan Nara. Mengingat sanderanya adalah seorang yang tuna grahita.

Andini dan Ridwan juga berusaha membantu polisi dengan cara mereka sendiri. Ada informasi yang masuk ke gawai Andini. Orang itu melihat Nara pulang dari salat berjamah di musala lalu mengobrol dengan orang yang ia kenal pada pagi subuh menjelang hilangnya. Orang yang memberi informasi itu tak mau terbuka pada Andini, kecuali kepada polisi yang menanyainya sebagai saksi jika ia diperlukan.

Polisi segera menemui orang yang mengirim informasi ke gawai Andini.

Polisi mendapat bahan untuk penyelidikan selanjutnya, tapi orang yang berbicara dengan Nara sebelum Nara hilang punya bukti kuat bahwa ia tak terlibat. 

Penyidikan berikutnya, dengan teknik yang jitu, akhirnya polisi berhasil mengetahui identitas orang yang tertangkap.

Tapi tetap masih ada kendala. Ia mengaku menculik dengan mengadopsi sistem sel. Tak saling kenal. Jadi, katanya, ia tak tahu di mana sanderanya disembunyikan. Tentu polisi tak mudah percaya.    

Kali ini polisi mencoba jalan secara persuasif. Ia—polisi akhirnya tahu nama orang yang tertangkap itu; nama panggilannya, Eman inisial S—diberitahu, bahwa hukuman Eman akan lebih bertambah berat jika ia terbukti mengadakan konspirasi penculikan. Artinya, dengan tidak mau mengakui terus terang, siapa dalang penculikan atau berapa orang yang melakukannya, Eman akan terkena pasal menyembunyikan atau menutupi kejahatan orang lain. Hukumannya tentu akan bertambah. Belum lagi jika sanderanya tak segera ditemukan dan keburu meninggal. Hukuman tentu akan lebih bertambah berat lagi.

“Semakin lama Pak Eman tak mau berterus terang, semakin berat hukumannya nanti, jika semua terbukti. Pak Eman akan terkena pasal berlapis!” jelas penyidik.

Eman berpikir, jika ia bertahan mengikuti aturan orang yang mendalangi penculikan, ia merasa menjadi anggota komplotan yang paling apes dan rugi! Karena pengorbananku, mereka enak melenggang bebas.

Akhirnya Eman menyerah! “Saya akan beberkan semuanya! Semuanya! Saya berjanji tak akan ada yang saya tutupi lagi!”

“Kalau saja dari awal Pak Eman mau melakukan seperti ini, tentu itu akan lebih baik buat Pak Eman. Sekarang kasih tahu ke kami, semua yang Pak Eman tahu dari penculikan itu. Mulai dari perencanaannya, berapa orang yang terlibat, dan apa peran orang itu. Dari awal sampai akhirnya, jangan ada yang ketinggalan, sampai akhirnya Pak Eman tertangkap!” kata penyidik.

“Siap, Pak!” balas Eman, tegas.

*

Tak menunggu waktu lama, empat jam kemudian, orang kedua tertangkap. Nama panggilannya, Ado, inisial M. Ia melarikan diri ke kampung istrinya di Ujung Kulon setelah mengetahui bahwa Eman, temannya tertangkap.

Polisi segera mengejar. Atas informasi saudaranya istri Ado, ia kemudian di tangkap ketika sedang mencari ikan di sungai untuk lauk makan siang.

Dua orang yang tertangkap tetap tak mengetahui di mana Nara disembunyikan! Mereka hanya berhubungan lewat gawai. Dan yang mengetahui tempat persembunyian Nara hanya orang yang membawa Nara bersembunyi! Namun identitas orang itu sudah dipegang polisi. Inisialnya, Z. Kemungkinan ia punya peran penting dalam penculikan Nara!  

Seorang polisi yang turun di lapangan untuk mengintai Z, mendapat info, bahwa Z sudah dua hari tak ada di rumahnya. Yang di rumah hanya istrinya. Namun ia tak mau menyerah begitu saja.  

Beberapa saat kemudian ia melihat istri Z keluar rumahnya naik motor metic. Polisi berpakaian preman itu tak mau menyia-nyiakan kesempatan di depan mata. Ia membuntuti istri Z sejak dari rumahnya. Istri Z membawa tas pandan berisi rantang susun empat. Mulanya ia tak sadar sedang dibuntuti. Tapi ia selalu ingat wanti-wanti suaminya, bahwa jika ia melihat orang yang sama—terutama jika sedang berada di jalan—lebih dari tiga menit, maka ia harus segera menghindar dari orang itu.     

Itu juga yang dilakukan istri Z ketika nalurinya mengatakan ada yang sedang mengikuti. Ia memacu motornya selap-selip di antara mobil dan kendaraan lainnya. Lalu ketika ada kesempatan berbelok ke sebuah gang yang tembus ke tempat yang dituju, ia segera mengecoh orang yang mengikutinya.

Dan, istri Z bernapas lega saat merasa telah terhindar dari pantauan orang yang membuntuti.

Lihat selengkapnya