Liburan kali ini sangat berbeda dari sebelumnya. Ayah dan Ibu sudah sibuk berkutat dengan tugas masing-masing saat ayam baru saja berkokok lantang bertengger di atas pagar kayu dekat bugenvil.
"Naraya, cepat siapkan keperluanmu sendiri. Ibu dan Ayah sudah menyelesaikan yang lain. Kita hanya ada waktu sehari untuk berlibur, jadi cepatlah bergerak dan jangan membuang-buang waktu."
Teriakan Ibu terdengar bersamaan saat aku akan memutar kenopi pintu ruang tidurku. Ayah dan Ibu tampak sibuk dengan beberapa tas yang sudah mereka rapikan. Aku berjalan menghampiri mereka dengan senyum merekah dan wajah bahagiaku.
"Mau Naraya bantu angkat barang barang ini ke dalam mobil?" Mereka hanya menatapku dengan wajah datarnya, mengamatiku dari ujung kaki sampai ujung kepala lamit-lamit.
"Lebih baik urus saja dirimu sendiri sebelum menawarkan bantuan kepada orang lain."
Ayah mengangkat beberapa tas itu dengan mudahnya. Pantas saja bantuanku tidak diterima dengan baik. Tapi, setidaknya jangan menolaknya dengan kasar juga kan? Aku mengerucutkan bibirku kesal lalu berjalan mengekori dua punggung yang ada di depanku.
"Kamu itu siput ya? Payah sekali anak muda sepertimu, tidak bisa apa-apa."
Ucapan ayah terdengar ringan keluar dari bibirnya. Rasanya sangat menyebalkan mendapatkan ucapan seperti itu. Aku memalingkan wajahku menatap pemandangan di sepanjang jalan.
Saat semalam Ibu mengatakan kami akan pergi liburan satu hari penuh ke sebuah taman yang terkenal dengan keindahan hutan pohon ginkgo di musim gugur. Aku bisa membayangkan bagaimana keindahan pemandangan di sana. Yang ku yakini akan jauh lebih indah dari pemandangan yang ku lihat sekarang.
Daun maple mendarat sempurna di kaca mobil yang ku pandang. Sekilas membuat ingatan menyenangkan berenang di kepala. Ingatan tentang sosok laki-laki yang nyaris tampak sempurna. Di tambah senyumannya yang terlihat manis dan sikap hangatnya.
Lamunan itu membawa ingatan manis kala dia mengantarkanku pulang di saat hujan deras. Ingatan manis yang justru berakhir membawa kenangan berharga tak terlupakan. Aku bahkan mengingat semua yang dia ucapkan, dan menulisnya dalam jurnalku. Juga, memasukkan dirinya ke dalam sebuah harapan yang akan terwujud suatu saat nanti.
"Bagaimana bisa kamu melamun selama itu, dan melewati pemandangan indah yang kita lewati?"