Aku mendengar derap langkah yang bersahutan. Suara-suara keras itu terdengar begitu ramai. Aku mengaduh saat sebuah hantaman keras mengenai tangan kiriku. Kupikir hanya sekali, tapi semakin lama semakin banyak hantaman keras mengenai tangan kiri dan kananku. Seketika aku langsung membuka mata saat sebuah hantaman sangat keras mengenai tubuhku.
Aku tersentak begitu terkejut saat aku membuka mata. Suasana ramai yang dipenuhi manusia sedang berlalu-lalang. Aku mengedarkan pandanganku ke segala arah, gedung-gedung tinggi juga pusat perbelanjaan kota. Aku benar-benar terkagum dengan semuanya. Sampai akhirnya suara seseorang membuatku tersadar.
"Menyingkirlah nak, kau ada di tengah-tengah jalan. Kamu akan membahayakan dirimu juga bukan? Pergilah membeli sesuatu." ucapnya sambil memberikan dua lembar uang kertas. Aku kembali tersentak mendapatkan perlakuan baru dari orang asing. "Terima kasih pak!" teriakku yang mendapatkan balasan sebuah senyuman.
Aku melangkahkan kakiku menepi dari keramaian. Tak henti-hentinya aku bertanya-tanya dalam kepala. Bagaimana aku bisa ada di sini, bukannya aku berada di taman? Bukankah masih musim salju, lalu kenapa di sini musim semi? Kenapa orang-orang tidak menatapku penuh benci lagi? Apa yang sudah terjadi? Apa aku berada di alam lain? Apa aku sudah bunuh diri dan berada di surga?
Perhatianku teralihkan ke sudut sebelah timur. Saat seorang kakek tua yang membawa beberapa barang terjatuh karena seorang pria yang menabraknya. Aku bergegas menghampirinya berusaha membantu kakek tua itu.
"Dasar tua! Apa kamu tidak punya mata sampai menabrakku!?" Aku menatap pria itu tak percaya, bagaimana bisa dia berbicara sekasar itu kepada seorang kakek tua? Bukannya membantu pria itu justru menendang kardus yang berada di depannya. Tanpa sadar aku memarahinya. "Jaga bicaramu! Kamu yang berjalan tanpa mengalihkan pandanganmu dari ponselmu. Seharusnya kamu membantu dan meminta maaf padanya. Bukan sebaliknya!" Pria itu hanya menatapku tak berselera lalu melangkahkan kakinya menjauh.
Aku berdecih sebal lalu membantu kakek tua itu berdiri dan menuntunnya agar duduk pada anak tangga sebuah toko. "Kakek tunggu di sini ya? Naraya akan membantu kakek membereskan barang-barang yang terjatuh itu." Aku berlari merapikan barang-barang yang sudah berserakan secepat mungkin, lalu berjalan ke arah kakek tua itu kembali. "Kakek akan membawanya ke mana?"
"Ke rumah, kamu tidak perlu repot-repot membantuku. Aku bisa membawanya sendiri, terima kasih sudah membantu membereskannya tadi." Kakek itu menepuk pelan bahuku. Sebuah rasa hangat merambat melalui bahuku. Bukankah sangat menyenangkan jika semua orang tidak menatapku penuh kebencian? Tanpa sadar aku mengulas senyuman lebar pada wajahku. "Tidak apa apa kek, aku akan membantumu sampai rumah." ucapku setelah kakek tua itu mengambil tas belanjaan yang berada di atas kardus yang aku bawa.
"Di mana rumahmu? Kenapa kamu sampai ada di sini? Ah kamu memang anak baik bukan? Mau membantu orang tua seperti kakek dan berani membela kebenaran, ku rasa dunia akan indah jika banyak orang baik sepertimu." Rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhku. Ucapan sederhana yang keluar dari bibirnya sungguh membuatku sangat senang. Bukankah memang sangat menyenangkan jika semua orang seperti ini? Aku menatap kakek tua itu yang tersenyum padaku dengan hangat. Rasanya ini adalah hari terbaik dalam hidupku.
Kami berhenti di depan sebuah rumah berwarna cokelat. Kakek itu membuka pagar hitamnya dan menggiringku masuk ke dalam. "Letakkan saja di sini, ayo masuk ke dalam rumah." Aku terkesiap melompat saat gadis mungil itu menatapku tajam. Aku sangat takut padanya setelah kejadian di kelas bersama Siska kala itu.