“Caupaaa!”
Aku menoleh ke arah pintu. “Apa?”
“Gawat ….”
Penghujung Bulan Empat, Musim Panas 341 Mirandi.
Rencana yang kuatur musim semi kemarin kini menuai timbal balik, yoram dari distrik lain berbondong-bondong membawa orang-orang mereka ke Kantor Pengadilan dan Urusan Sipil Distrik Selatan.
Membuatku cekak pinggang semringah di depan gerbang ….
“Boleh kutahu kenapa kalian kemari, Yoram?”
“Hoi, Ure! Apa-apaan kau, kita ini satu kota—”
“Benar, kenapa distrikku tidak mendapat jatah ransum bulan ini, hah?”
Kugelengkan kepala lalu mengajak mereka ke dalam.
“Suruh orang-orang kalian tunggu di sini dan ayo kita bicara serius ….”
Kejadian hari ini adalah dampak dari pembukaan lumbung menjadi perbekalan terbuka untuk semua unit pada kampanye kedua, wajar jika cadangan ransum kami menjadi semakin menipis karena pertempuran ternyata lebih alot daripada rencana dan aliran suplai ke luar tidak teratur.
Terus juga, siapa suruh mereka meniru caraku menjual isi lumbung ke penduduk buat membeli hati massa.
“Kenapa kau malah menyalahkan kami—”
“Benar, aku kemari untuk meminta sepa—”
Brak! Kugebrak meja tempat kami diskusi.
“Kubilang aku tidak ingin ikut campur dengan urusan distrik kalian, ‘kan?” kataku, menyapu mata semua orang. “Sejak awal ide menjadikan Zara sebagai basis suplai sangat berisiko, apalagi kita sekarang bukan cuma harus fokus ke unit Bura Parami.”
Aku tahu, opini orang baru memang susah buat diterima.
“Pikir baik-baik, Yoram. Kampanye kedua bukan sekadar merebut Ratnar, tetapi melebarkan wilayah utara hingga ke seluruh kota di Kerajaan Quyuti. Apa aku salah ketika memilih untuk mengamankan persediaan kita supaya Zara tetap stabil, hah?”
Mereka termenung.
“Selain kita, ada Zaowi dan Pikatu di Tanderi,” tambahku kemudian menggelar peta, “posisi mereka lebih dekat dengan kemah Bura Manik, kenapa kalian ingin kita mengirim ransum dari sini?”
“Ure.” Salah seorang menurunkan nada suara, Yoram Tuebi. “Aku tahu aku ceroboh mengira perang akan berakhir sebelum musim panas, tapi demi Zara apa kau tidak akan membantu kami?”
Kulipat tangan depan dada dan terdiam sejenak.
“Tolong pertimbangkan,” sambung yoram lain, “Zara akan jadi bahan tertwaan kalau sampai kabar orang-orang kita kelaparan tersebar ke luar.”
“Bukan distrikku,” timpalku ketus, “itu distrik kalian bertiga, yang teramat ‘dermawan’ dan sangat murah hati, bersedia membiayai kampanye pasukan milik kota lain tanpa pamrih.”