“Yoram?”
Aku mengangguk. “Lakukan seperti rencana ….”
Tanggal 17 Bulan Tiga, Musim Semi 344 Mirandi. Aku bersama seratus delapan puluh empat tahanan dari Penjara Bawah Tanah Kantor Muri Distrik Utara diantar menuju alun-alun.
Seperti yang kalian tahu. Ya, untuk itu.
Menjadi pembelot ….
“Sebentar lagi kita sampai, beri tanda pada yang lain.”
Agenda hari ini adalah merebut panggung eksekusi dan menerobos keluar alun-alun, sambil menunggu bala bantuan datang. Tentu saja, mana berani aku kerja sendiri.
Meski bisa, sebisa mungkin aku ingin menghindari banyak sorotan dan tampil biasa sekalian coba melihat dunia lewat kacamata orang-orang Eldhera zaman ini. Maksudku, pas baru dapat peran sebagai ‘pahlawan dunia lain’ obsesiku adalah kebebasan dengan kekuatan mutlak. Alhasil, diriku pada masa itu lupa untuk bersyukur bahwa hidup di sini merupakan suatu berkat tersendiri.
Dulu aku ingin jadi yang terkuat sampai titik di mana tidak ada seorang pun di Eldhera berani mengaturku.
Namun, setelah niat itu terwujud diriku malah merasa hambar.
Jadi, tolong kesampingkan fakta bahwa aku merupakan salah satu ‘pelintas dunia’ yang terpanggil kemari sekian periode sebelum sage sekarang dan mari buat citra baru untuk diriku.
Pendeknya hari ini aku berperan sebagai penduduk Eldhera ….
‘Semua orang sudah siap?’ batinku waktu menoleh para tawanan di belakang, “aku akan naik ….”
Mereka mengangguk, mengantarku dengan tatapan yakin seolah berkata, kami menunggu sinyal Anda.
“Kanselir Mantel Putih, Yoram Ure el Zauna, sebagai tangan kanan Bura Parami, telah menjalin hubungan dan menjadi bagian dari kelompok ….”
Begitu pengumuman dibacakan, orang-orang di bawah mulai ribut, berbisik satu dengan yang lain, bahkan sebagian berani naik dan mengganggu jalannya eksekusi. Siapa sangka.
Namun, upaya tersebut sia-sia di depan kekuatan Mantel Jerami. Satu entakan sepatu bot besi dari barisan pengawal di papan pertama panggung eksekusi langsung memukul mereka mundur. Cek!
“Mulai eksekusi!”
Dan, ketika pekik nyaring dari tribun sebelah kanan lapang eksekusi melengking. Saat itulah, Trang! Golok algojo sebelahku beradu dengan mata panah yang melesat dari arah gapura utara alun-alun.
“Apa yang terja—”
“Sekaraaang!” Disusul oleh pekik semua tahanan di belakang yang merangsek naik ke atas papan eksekusi lalu menerjang maju ke arah massa. “Kalian semua, bantu kami membuka jalaaan ….”
***
Tadi malam ….
“Obat apa ini sebenarnya, Yoram?”
“Obat kuat,” kataku mantap, membuat semua tahanan di selku tersipu. “Aku butuh banyak tenaga untuk rencana kita, jadi kalian harus sangat prima besok.”
“Be-berapa lama durasi efeknya,” tanya salah seorang, kelihatan penasaran.
Kujawab, “Lebih dari dua belas jam.”
“Be-berarti kalau kami bisa menyelesaikan tugas secepat mu—”
“Apa pun yang ada di kepalamu, itu sangat mungkin.”