“Yoram, kita dikepung ….”
Sesuai dugaan, Mantel Jerami sadar kami akan mundur ke Istana Bate dan bersembunyi di sini. Mereka merangsek ke wilayah terlarang dari tiga gerbang distrik lain ….
“A-apa yang harus kita lakukan sekarang?”
“Tenang dulu,” kataku sembari memperhatikan denah dan memikirkan langkah kami selanjutnya, “empat puluh lima orang kita berjaga di setiap gerbang, ‘kan?”
“Benar, Yoram.”
“Kita diuntungkan karena tembok yang mengelilingi istana, selama sembilan regu di tiap sisi bisa menjaga pasukan Mantel Jerami agar jangan memanjat ke atas kita akan aman.”
“Yoraaam!” Seseorang tergopoh memasuki balai pertemuan tempatku berada. “Gawat, Mantel Jerami …, hah, Mantel Jerami …, hah, Mantel—”
“Bicara yang betul!” bentak tera, “kenapa sama mereka?”
“Mantel Jerami, mereka …, hah, mereka dapat bantuan.”
“Apa?!” Aku, tera, dan tiga orang lainnya mendelik. “Apa maksudmu bantuan, hah?”
“Yoram, di Distrik Timur,” lanjut si pembawa kabar, “aku dan teman-temanku, kami …, kami melihat ada banyak cahaya obor memasuki kota.”
“Kau yakin itu bala bantuan Mantel Jerami, bukan pasukan lain?” tanyaku memastikan, “bukan pendu—”
“Penduduk takkan bergerak secepat kuda, Yoram!” tegasnya kemudian menerangkan, “dari arah datang, jumlah, juga kecepatan mereka waktu memasuki kota, aku dan teman-temanku yakin itu adalah kavaleri yang ditempatkan di Koukos ….”
Malam hari, tanggal 17 Bulan Tiga, Musim Semi 344 Mirandi.
Hal tidak terduga terjadi. Mantel Jerami, yang kupikir bakal kewalahan menghadapi barisan pertahanan kami di Tembok Istana Bate, ternyata memiliki bala bantuan. Dan, meski belum tahu kekuatan asli mereka, hal ini memperburuk situasi serta membuat moralku dengan para ‘pelarian’ di sini agak turun. Cek!
“Terus awasi mereka, segera lapor jika sesuatu terjadi lagi.”
“Baik, Yoram ….”
“Yoram, apakah kita sudah kalah?” tanya tera begitu si pembawa kabar pergi, “dengan kekuatan kita yang cuma dua ratus orang kurang, apa kita akan sanggup menghadapi mereka?”
“Mustahil ….” Kutatap matanya. “Melawan tentara terlatih secara langsung dengan kekuatan segitu sama saja dengan bunuh diri, jangan tanyakan hal bodoh macam itu.”
“La-lalu ….” Rekan-rekannya mulai panik. “Lalu kita harus apa—Yoraaam, aku mengikutimu karena tidak ingin mati. Kau bilang Bura Parami akan menyelamatkan kita, ‘kan, hah?”
“Jano, diamlah!”
“Apa salahku, Mengde? Aku cuma kesal, orang ini—”
“Cukup!”
“Ini ….” Kuasongkan sebuah gulungan ke dua orang yang barusan bertengkar. “Aku tidak akan menyangkal situsi kita gegara keputusanku, tapi daripada marah-marah mending kau pakai tenagamu buat cari solusi. Ambil gulungan di tanganku terus pikirkan sendiri cara buat lolos dari situasi sekarang.”
“A-apa ini, Yoram?”
“Itu salinan Denah Istana Bate. Kau boleh memikirkan apa pun buat membantu kita keluar dari kepungan Mantel Jerami, aku tidak akan keberatan kalau idemu ternyata bagus.”
“Yoram ….” Jano sigap menggelar denah tersebut kemudian duduk bersila sendiri.
Membuat tera dengan dua temannya melihat padaku. “Apa tidak—”