Masih adakah orang di dunia ini yang perhatian padaku? Masih adakah orang di dunia ini yang sayang padaku? Kurasa, semuanya hanya cinta semu. Semuanya hanya semu belaka. Tak ada yang benar-benar menyayangiku tak ada yang benar-benar nenyayangiku seperti ketika Ibu sebelum dia berubah.
Ibu sekarang sudah berubah, dia bukan lagi wanita seperti dulu dia hanya wanita asing bagiku. Dia hanya wanita yang tak lagi aku bisa mmngenalinya. Dia bukan lagi wanita yang aku kenal.
***
Yuni yang melihat kejadian itu tak ingin gegabah. Perlahan, wanita tua itu mendekat dan meminta Umar agar tak seperti ini. Dia tak ingin jika ada sesuatu yang terjadi pada Umar.
“Umar. Masuk! Sudah mau hujan. Kalo kamu sakit yang repot juga semuanya.” Umar akhirnya tak bisa menolak. Dia berjalan dengan tuntunan dari Imran langsung masuk dan hanya bisa terdiam. Entah kenapa dunia ini rasanya tak adil baginya. Hidup ini tak adil bagi dirinya.
Ismawati yang menatap Umar hanya bisa terdiam dan terus mengucap istighfar. Dia sangat berharap dirinya diberikan kekuatan untuk menghadapi anak seperti Umar. Ismawati perlahan mendekati ketiga anak itu. Kedua anak kandungnya yang melihat Ismawati mendekat ke arah mereka langsung saja begitu senang. Tapi, itu semua tak terjadi pada Umar. Itu tak terjadi dengan Umar saat ini. Umar hanya terdiam dan menatap kosong.
Hati wanita mana yang tega melihat seorang anak yang seperti ini? Hati perempuan mana yang tak merasa sedih saat melihat kondisi Umar yang tak lagi punya pegangan? Setelah ibunya pergi dari hidupya, tak ada lagi pegangan dalam hidup anak sekecil itu. Ismawati tak bisa membiarkan itu terjadi. Dia tak ingin Umar terus-memnerus seperti yang dia lihat sekarang ini.
Ismawati pelahan mendekat dan memegang bahu anak itu. Umar tak merespon dengan begitu baik. Andai saja tak ingat apa yang dibilang ibunya, dia mungkin saja sudah marah. Tapi, dia kali ini berusaha mengerti waktu, kapan harus memarahi Umar.
“Le, maafkan Budhe ya. Budhe tadi sudah salah.” Umar hanya terdiam dan tak menjawab. Terlihat ada air mata yang akhirnya satu demi satu keluar. Ismawati meraih tubuh itu dan langsung memeluknya. Ismawati tak menyangka jika Umar akhirnya bisa menangis begitu lepas kali ini. Umar bisa menangis dalam pelukannya.
Selama ini, Umar tak pernah bisa menangis dalam pelukan itu. Dia selalu menolak dan marah saat dirinya melakukan hal itu. Ismawati hanya bisa terdiam dan tak bisa berkata apapun. Umar pastinya sudah sangat kecewa dengan apa yang dia lalui.
Siapa yang pernah menyangka jika sang ayah memilih perempuan lain dan tega melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan oleh orang tuanya? Siapa juga yang menyangka jika niat sang ibu merantau dan mencari penghidupan yang layak untuk Umar ternyata harus berakhir seperti yang terjadi beberapa tahun yang lalu?
Ismail mendekat dan meraih tubuh mungil itu. Iya, tubuh mungil yang sebenarnya sudah masuk kelas 4 SD. Tubuhnya tetap saja mungil jika dibandingkan teman seusianya. Ismail sempat memeriksakan Umar ke dokter. Dokter sendiri hanya mengatakan jika ada sesuatu yang salah dalam tubuh Umar, terutama terkait paru-parunya. Hal itu yang membuat Umar sulit untuk bisa gemuk atau besar seperti teman seusianya.
Umar semakin kencang tangisnya. Ismawati tampak meneteskan air mata. Melihat Umar yang seperti ini, dia tau jika ada kekecewaan dalam hatinya. Kekecewaan yang begitu berat dalam hidupnya.
Dia tau dia salah. Dia tau sudah berbuat hal yang justru menambah kekecewaan dalam hati Umar. Tapi, dia masih ada ruang untuk meminta maaf. Dia masih ada kesempatan untuk memperbaiki apa yang salah. Dia juga masih sangat banyak kesempatan untuk membentuk Umar untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sekarang ini.
***