Naskah sang kuasa

Zainur Rifky
Chapter #11

aku kenapa selalu salah?

Aku sudah tak banyak berharap lagi. Aku sudah tak lagi bertharap pada orang lain, bahkan mereka yang terhitung sebagai saudara sendiri. Semua memang tak pernah tulus menyayangiku. Semua tak pernah menyayangiu dengan Ikhlas. Bahkan kedua orang tuaku sendiri juga tak lagi menyayangiku.

Siapa yang menjadi tempat aku bergtantung hari ini? Siapa yang menjadi sandaran hidupku sampai aku tiba di ujung waktuku? Tak ada yang bisa aku harapkan. Tak ada yang bisa aku pasrahkan diriku ini. Aku hanya seorang yang sebatang kara. Aku hidup sebatang kara saat berada di rumah bnersama orang yang mengaku menyayangiku.

***

Malam itu Ismawati terdiam dan menatap ketiga anaknya. Ketiga anak yang kali ini mau tidak mau harus dia boyong ke tempat yang baru. Dia mulai menyiapkan segala keperluan untuk bisa pindah walau hanya beberapa tahun saja.

“Is, ini beneran?”

“Beneran Mas. Katanya sih hasil musyawarah. Tadi Mas Ismail juga ikut kan? Gimana hasilnya?”

“Semuanya sebenarnya sepakat memilih kamu. Tapi kan harus ada musyawarah yang memang menyatakan jika ini resmi pilihan warga desa. Nanti kan juga harus ada pernyataan dari perwakilan warga.” Ismawati sendri merasa takut dengan amanah itu. Amanah dari seluruh warga desa yang sebenarnya sangat tak diharapkan. Tapi, mau bagaimana lagi. Warga sudah membuat keputusan itu.

***

Pagi itu, setelah semua warga setuju dan ada surat yang menguatkan, Ismawati bersama sang suamiu langsung saja meninggalkan rumah itu. Mereka harus pindah menuju rumah yang sudah disiapkan oleh warga desa sebagai rumah jabatan.

“Pakdhe, ini mau kemana? Kok pindah rumah?”

“Umar, kita akan pindah ke rumah yang dekat dengan sekolah kamu. Biar kamu gak buru-buru lagi kalau mau berangkat sekolah.”

“Lho, sekolah kan dekat. Kenapa harus pindah rumah?”

“Le, budhe kamu dapat amanah besar. Jadi kita harus pindah. Pindah ke rumah sebelah balai desa.” Umar sendiri tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Ismail. Umar hanya mengikuti langkah dari pamannya. Umar sendiri hanya bksa terdiam saat harus merapikan semua barang yang dia miliki untuk berpindah ke tempat yang sebenarnya dia sendiri gak tau untuk apa.

Sesampainya di rumah yang berasitektur kuno, Umar sendiri jugha memasukkan semua pakaian dan perlengkapan sekolahnya menuju lemari yang sudah tersedia. Lemari itu jelas sekali terlihat sangat kecil. Lemari yang lebih kecil dari lemari yang ada di rumah yang sebelumnya.

Umar juga tak lupa melihat ruangan yang ada di rumah ini. Rumah itu memang lebih luas dari rumah yang dia tinggali sejak masihb kecil. Terlihat jika memang semua ruangan di rumah yang hari saja dia masuki lebih luas. Tapi, semua itu tak langsung membuat Umar nyaman untuk tinggal di rumah tersebut.

Lihat selengkapnya