Tak ada yang bisa membuat aku berubah menjadi seperti ini kecuali mereka. Tak ada yang bisa membuat aku bisa menjadi bisa seperti ini karena orang yang ada di sekitarku. Ada andil besar mereka sebelum akhirnya aku bertemu seseorang. Seorang lelaki yang akhirnya membuat aku menjadi seseorang yang begitu beruntung.
Aku sangat bersyukur saat dunia menghina dan menghakimiku, dia datang dan memberikan kenyamanan tersendiri bagiku. Aku sangat berterima kasih pada lelaki itu. Lelaki yang juga mendapat pandangan sebelah mata dari orang lain, merasakan apa yang kali ini aku rasakan.
***
Ismawati tampak berkaca-kaca. Dia begitu kecewa dengan apa yang dilakukan Azura. Dia benar tak akan menginjakkan kaki di rumah saudaranya? Apakah dia begitu tega pada sang anak?
Ismail mendekat dan menenangkan wanita itu. Ismawati hanya bisa terdiam dan menahan amarah. Kali ini, amarah itu entah kenapa sudah menguasai dirinya.
“Mas, kita harus cari dia. Kita harus dapatkan dia. Paling tidak, kita harus dapat informasi terkait keberadaan Azura. Aku yakin dia sedang berada di tempat ini. Aku sangat yakin, sebenarnya Azura masih tinggal tak jauh dari desa ini. kenapa dia bisa sangat bahagia dengan orang yang sudah merenggut kehormatannya secara tak manusiawi.” Ismawati langsung keluar. Dia tak peduli dengan dinginnya malam yang sekarang ini menyelimuti desa yang bernama Wanarandu.
“Nduk, kau yakin mau cari sekarang?”
“Kenapa aku harus gak yakin Mas? Bukankah ini sudah jelas? Kau juga melihat dia tadi kan?” Ismail sendiri hanya mengikuti langkah sang istri. Sebelumnya, Ismawati sudah berpesan jika aka keluar sebentar saja. Dia minta agar rumahnya ada yang mengawasi. Dia takut ada apa-apa, terutama dengan Umar. Kondisi Umar yang seperti itu, membuat Ismawati sangat khawatir dengan apa yang bisa dia lakukan.
Ismawati terus berjalan hingga dia berhenti di sebuah tempat. Tempat itu yang diceritakan oleh Ismail menjadi tempat Umar membuat ulah dengan menyerang pasangan itu secara membabi-buta. Dia melihat semua yang ada di sekutar situ. Lama sekali dia terdiam mencari sebuah petunjuk. Sampai akhirnya dia bisa menemukan sesuatu yang berupa bekas langkah kaki.
“Langkah kaki? Langkah kaki milik siapa ini?” Ismawati langsung saja mengikuti langkah kaki itu. Langkah kaki yang akhirnyaa menuntun kedua orang itu sampai di sebuah tempat. Sebuah tempat yang samna sekali tak dia duga.
“Nduk, langkah kakinya mengarah ke gubuk tua itu. Apa kita harus pergi ke gubuk itu?” Ismail sendiri sangat penasaran, kenapa langkah kaki itu justru berakhir di sebuah rumah tua yang sebenarnya tak layak dianggap rumah?
“Gubuk ini masih berada di wilayah desa Wanarandu. Ini masih desa yang sekarang ini aku pimpin. Tapi, aku tak pernah tau jika di sudut desa ini ada gubuk yang kondisinya seperti ini.” Ismawati perlahan langsung saja mendekat. Dia mencoba untuk mengetuk pintu dan bertamu.