Naskah sang kuasa

Zainur Rifky
Chapter #22

saudara yang saling menyayangi

Aku bahkan sudah tak peduli dengan omongan orang. Aku bahkan sudah tak lagi peduli dengan apa yang tengah diperbincangkamn banyak orang. Buat aku, sekarang ini yang paling penting adalah semuanya bisa terbongkar dengan sempurna. Biar semua orang tau. Biar semua orang mengerti jika aku tak bersalah. Semua harus tau, aku tak kuat atas apa yang selama ini jadi pembicaraan para warga.

Entah, siapa yang harus aku jadikan sebagai tempat bersandar. Orang yang kali ini berada di sekitarku takn ada yang bisa menjadi tempatku bersandar. Tak ada yang bisa jadi tempat yang nyaman untukku menangis dan berkeluh-kesah.

***

“Umar, berhenti sebentar Dek.” Umar menatap Pras yang sejak tadi mengikutinya. Tak ada yang Umar katakan siang ini.

“Dek, mereka tak kenal siapa kamu. Ibu yang sama anaknya tadi memanglah orang yang sama sekali tak punya nurani. Sekarang, kau aman. Kau bisa aman. Percaya sama aku.”

“Mas, selama ini gak ada orang yang bisa aku percaya. Orang tuaku sendiri bahkan gak pernah menyayangiku.”

“Banyak orang yang bisa kau percaya. Dan aku akan menjadi orang yang bisa kau percaya. Pegang janjiku Dek. Kalo aku sampai tak bisa memegag kata-kataku, silahkan kau bunuh aku. Pegang senjata ini! Simpan senjata itu! Kau bisa membunuhku dengan senjata itu kalau aku ingkar janji.” Umar langsung menangis. Dia hanya ingin seseorang yang bisa dia percaya dan mengerti dia. Umar hanya ingin seseorang yang bisa mengerti kondisinya dan menjadi tempat yang paling nyaman untuk segala yang menjadi curahan hatinya.

“Mas, kenapa kau bisa berjanji seperti itu?”

“Dek Umar, semua anggotaku juga punya janji seperti itu. Mereka tak takut mati. Buat apa mereka hidup jika tak ada manfaatnya? Paling tidak, mereka menjadi tempat yang nyaman untuk sesama mereka. Kau tau kan, kami tak ada yang menganggap.” Umar hanya terus menangis. Pras hanya bisa membiarkan Umar menangis dalam pelukannya.

Dari kejauhan, Ismawati yang melihat Umar bisa terbuka dan menangis seperti itu di pelukan lelaki yang berpenampilan sangar, hanya bisa terdiam. Ternyata, lelaki sangar itu telah berhasil mengambil hatinya daipada dirinya.

Umar sendiri akhirnya diantar pulang oleh Pras menggunakan sepeda. Mereka berdua masih sempat berbincang di depan rumah Yuni dan banyak yang ingin mereka lakukan. Umar hanya tersenyum dan akhirnya masuk. Yuni yang mendapati Umar sudah pulang langsung saja tersenyum dan meminta dia untuk duduk.

“Le, tadi sama siapa? Kelihatannya akrab banget?”

“Sama Mas Pras. Rumahnya di kampung sebelah.”

“Kampung yang ada di bantaran Sungai itu Le?”

“Iya Eyang. Tadi dia yan ngantar aku sampai sekolah. Dia juga yang ngelindungi aku saat uang aku mau dirampas.”

Lihat selengkapnya