Lelaki itu terdiam. Dia hanya terdiam dan tak bisa menjawab pertanyaan Yuni. Entah jawaban apa yang harus dia berikan pada wanita yang usianya sudah mulai masuk usia lansia.
“Lho, ditanyain kok malah diam. Memamgnya kenapa? Kenapa sama Umar? Kenapa sama cucuku? Dia asa sesuatu yang baru terjadi?”
“Maaf Bu Yuni, tapi, tadi dia sepertinya habis bertengkar sama para penjahat. Dia hampir saja diculik.” Yuni terdiam. Dia sebenarnya shock mendengar hal tersebut. Tapi, mendengar jika Umar baru saja menghadapi penculik, dia langsung saja meminta agar lelaki itu bisa duduk dan cerita kenapa itu bisa terjadi.
“Le, duduklah sini dulu. Aku hanya ingin tau gimana ceritanya. Kau melihatnya langsung?”
“Eh, sebenarnya enggak Bu Yuni. Aku gak melihatnya langsung. Tapi tadi pak kepala dusun yang melihatnya langsung.”
“Boleh aku diantar ke sana?” Lelaki itu mau tak mau akhirnya mengiyakan. Yuni hanya ingin mendapat cerita lengkap terkat apa yang sebenarnya terjadi. Wijaya sendiri melihat Yuni yang ingin keluar langsung saja mendekat. Ingin sekali rasanya tau kemana sang istri pergi, di malam hari seperti sekarang ini.
“Mau kemana?”
“Aku nanti bakal cerita. Aku minta tolong, jaga rumah dulu. Gak lama. Janji gak bakal lama.” Wijaya terdiam dengan apa yang baru saja dikatakan sang istri. Dia hanya menatap Yuni yang tengah bersama seorang lelaki muda yang sepertinya ada sesatu yang teramat penting. Dia sangat berharap jika tak ada sesuatu yang terjadi, termasuk pada Umar.
Wijaya langsung saja melihat Umar yang malam ini sudah tertidur cukup nyenyak. Ada sedikit perasaan lega di hati lelaki itu. Dia tak lupa memandangi Umar mulai atas hingga bawah. Tak ada kurang satu apapun. Hanya saja, Wijaya tampak terkejut dengan bekas luka di tangan sang cucu. Luka apa itu?
“Ini luka apa? Apakah dia habis berkelahi? Tapi, dengan siapa dia berkelahi?” Wijaya akhirya memilih tak banyak curiga. Mungkin Umar berkelahi karena masalah yang sangat wajar. Apalagi, dia sendiri juga seringkali tersulut emoisinya dengan beberapa hal yang terjadi dalam hidupnya.
Di tempat lain. Yuni kali ini sedang berhadapan dengan seorang lelaki yang memimpin dusun ini. Dia hanya ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan sang cucu. Dia hanya ingin tau, kenapa lekaki muda yang sekarang berada bersama mereka bisa datang ke rumah malam-malam dan menanyakan kondisi Umar.
“Pak, apa yang terjadi pada cucu saya? Apa ada yang menbuat dia tadi katanya bertarung dengan penculik?”
“Bu Yuni, Ibu tolong sabar dulu. Apa yang dikatakan oleh mas ini tadi memang itu terjadi. Saya melihat sendiri. Warga sekitar sini melihat sendiri bagaimana Umar bisa melumpuhkan kedua orang yang berusaha menculiknya dengan tangan kosong. Bahkan, mereka terluka dan tak lagi bisa berbuat apapun.” Cerita dari lelaki itu membuat Yuni hanya bisa meneteskan air mata. Dia tak menyangka jika sang cucu bisa mendapat hal yang seperti demikian. Dia sama sekali tak menyangka jika cucunya yang kali ini berada dalam pengawasannya, bisa mendapatkan sesuatu yang sangat membahayakan.
“Tapi, kenapa itu bisa terjadi? Tadi dia pulang, gak ada sesuatu yang aneh dengan Umar.”
“Iya Bu, memang gak ada yang aneh. Karena semua bisa dia atasi. Kedua orang itu bisa dia atasi sendirian. Sebenarnya tidak sendiri. Ada seorang lelaki yang membantunya untuk melumpuhkan kedua orang itu. Tapi, lelaki itu sepertinya tak berbuat banyak. Yang paling berani melumpuhkan kedua orang itu Umar sendiri. Umar seorang yang bisa mengatasi semua itu tadi.” Lelaki itu tersenyum pada Yuni. Yuni sendiri masih saja khawatir dengan apa yang baru saja dia dengar.
“Pak, apa tadi Umar melakukan hal berbahaya?”
“Saya rasa engggak Bu. Setelah kejadian itu selesai. Umar memilih pergi dengan lelaki yang menolongnya.” Lelaki yang menolongnya. Siapa lelaki yang dimaksud oleh kepala dusun? Apakah lelaki yang selama ini dekat dengan Umar?
“Lelaki? Lelaki siapa yang Bapak maksud?”