“Le, lebih baik uangnya pakdhe simpan. Kau belum saatnya pegang uang sebanyak ini.”
“Enggak. kenapa harus Pakdhe yang simpan? Kenapa tidak aku saja yang simpan atau orang lain?”
“Le. Jangan membantah! Uang itu sangat besar untukmu.” Umar sendiri akhirnya terdiam dan tak bisa berbuat apapun. Tapi, bukan berarti dia menyerahkan begitu saja uang itu. Dia hanya ingin sisakan walaupun dua lembar saja.
“Gak bisa semuanya Pakdhe. Ada dua lembar yang harus aku pegang.”
“Buat apa sih Le? Buat apa kau pegang uang sebanyak itu? Kamu tidak perlu memegang uang sebanyak itu Le. Percayakan semuanya sama pakdhe. Uang ini akan pakdhe gunakan untuk keperluanmu.”
Ismail sendiri langsung saja mengambil semua uang itu. Umar sendiri berusaha merebut uang itu walaupun selembar saja. Tapi Ismail sendiri tak bisa mengizinkan hal itu terjadi. Ismawati yang melihat itu hanya bisa terdiam. Dia tak berani ikut campur atas semua itu. Dia takut jika apa yang dia lakukan akan menambah masalah yang sedang sang suami berusaha selesaikan.
“Pakdhe, tolong Pakdhe. Selembar atau dua lembar saja.” Umar mulai memelas. Dia tak bisa membentak jika posisinya sudah seperti saat ini.
“Le, Mohon maaf. Pakdhe gak bisa memenuhi keinginanmu yang ini.” Ismail sendiri memberikan kode pada sang istri. Dia meminta agar Umar bisa dibawa menuju kamarnya.
Ismawati yang mengerti terkait kode itu, langsung saja mendekat dan memegang tubuh Umar. Umar sendiri berontak dan tak ingin ikut Ismawati. Dia hanya ingin uang itu bisa berada di tangannya walaupun selembar saja.
“Budhe, aku mau dibawa kemana?”
“Le, masuklah ke kamar dulu. Ayo, masuk Le.” Ismawati dengan susah payah membawa Umar menuju kamarnya. Umar terus berteriak dan mau tak mau, Ismail harus mengunci pintu itu dari luar.
Ismail tampak meneteskan air mata mendengar teriakan da tangisan dari anak itu. Tapi, kali ini mau tidak mau dia harus mengambil tindakan tegas. Jika ini tak diambil, dia tak bakal tau apa yag akan terjadi. Dia hanya takut jika uang yang sekarang berada di tangannya dipakai hal yang tidak beres.
“Mas, kita apakan uang ini? Ini uang jumlahnya banyak lho Mas.”
“Jelas kita simpan. Ini uang Umar. Kita pakai untuk kebutuhan dia. Butuhnya kan banyak.”
“Tapi Mas, kita simpan dimana uang sebanyak ini?” Ismail terdiam. Dia akhirnya terpikir untuk menyimpannya di rekeningnya. Rekening yang memang dia siapkan untuk kebutuhan ketiga anak yang sekarang ini menjadi tanggung jawabnya.
“Kita simpan di rekening khusus.” Ismail sendiri langsung saja menunjukkan kartu ATM yang sudah ada di tangannya. Ismawati hanya terdiam dan hanya tersenyum. Rekening yang tidak bisa diganggu olehnya.
“Tapi, apa Mas yakin?”
“Kenapa harus tak yakin?” Ismawati hanya bisa terdiam kembali.