Naskah sang kuasa

Zainur Rifky
Chapter #38

belati itu

“Sakit Budhe. Tanganku perih.”

“Tahan ya Le. Budhe tau ini sakit banget. Tapi sebentar saja.” Umar meneteskan air mata. Dia sanagt kesakitan. Setelah semuanya beres, Ismawati langsung saja mengantarkan Umar ke tempatnya istirahat. Sebuah guling akhirnya menjadi alas agar tangan itu tak lagi merasakan sakit. Ismawati kali ini tak banyak bicara. Dia hanya membiarkan Umar untuk istirahat dan tak lagi mau membuat amarah itu kembali naik.

Umar yan ditinggal sendiri hanya bisa terdiam. Tak ada lagi siapapun yang bisa mengerti keadaannya selama ini. Dia sangat merindukan kehadiran Pras di sampingnya. Dia sangat merindukan siapapun yang bisa berada di sampungnya untuk mendengar segala keluh-kesahnya.

Selama ini, hanya Pras dan teman-temanya yang bisa sangat memahami apa yang dirinya rasakan. Mereka tak menghakimi apapun yang sedang Umar hadapi bahkan membuatnya sampai harus menangis.

“Umar, makan dulu Le.” Ismail sendiri masuk dan membawakan makanan. Dia mendekat dan langsung saia menyuapkannya. Suapan semi suapan masuk. Ismail sendiri terdiam melihat tangan mungil itu yang tampak memar.

***

Umar sore itu hanya memperhatikan belati yang dia simpan selama ini. Dia hanya ingin jika Pras bisa melaksanakan janjinya. Dengan belati yang ada bersamanya, Umar merasa dia bisa membuat siapapun yang jahat padanya terkapar begitu saja.

Tapi, apakah semua itu akan bertahan lama? Apakah semua itu akan bertahan? Pakdhenya kali ini tak lagi begitu percaya sama Umar. Bagaimana jika belati yang sekarang Umar genggam ketahuan oleh penghuni rumah ini?

“Umar?” Umar langsun saja menyembunyikan belati itu. Dia tak mau jika belati itu sampai harus berpindah tangan darinya.

“Pakdhe? Pakdhe mau apa?”

“Apa yang kau sembunyikan Le?”

“Gak ada apa-apa Pakdhe. Gak ada sesuatu.” Ismail sendiri mendekatinya dan langsung saja memegang sesuatu yang sedang Umar sembunyikan. Umar sendiri menolak dan tak mau memberikan bahkan memperlihatkan barang itu pada Ismail. Sampai akhirnya Ismail berhasil merebut apa yang sekarang berada di tangan Umar.

“Le, kamu menyimpan belati? Buat apa Le? Kenapa barang seperti ini bisa kamu simpan?”

“Pakdhe, jangan dibuang Pakdhe. Aku butuh itu Pakdhe.”

“Umar, jangan disimpan di kamar ini. Pakdhe bawa dulu. Kalo kamu butuh, bisa bilang sama pakdhe.”

“Pakdhe, ayolah Pakdhe. Aku butuh belati itu Pakdhe.”

Lihat selengkapnya