Umar sendiri kali ini ingin sekali bertemu Pras. Sudah beberapa hari ini, dia tak lagi bisa menemui lelaki yang sudah dia anggap sebgai kakaknya. Dia hanya ingin tau terkait bagainana dia bisa mengirim surat malam itu.
“Mas.”
“Umar? Kau di sini? Bagaimana kau bisa berada di tempat ini?”
“Aku hanya ingin bertemu Mas Pras. Aku hanya mau tau bagaimana surat ini bisa sampai ke rumah tanpa ada yang curiga?”
“Itu ada trik sendiri. Duduklah!”
Umar sendiri langsung saja duduk dan melihat markas dari Pras juga teman-temannya. Terlihat tak sebersih dan sebagus rumah di perkampungan. Tapi, semua itu membuat mereka nyaman untuk menempati markas ini.
“Eh, ada Umar. Sudah lama kau gak kesini.”
“Iya Mas. Aku sekarang tinggal sama pakdhe lagi di Wanarandu. Jadi memang agak sulit untuk pergi ke tempat ini. Mumpung sekarang lagi luang dan bisa datang ke sini, aku menyempatkan mampir.”
“Iya, Mas Pras juga cerita. Tapi, kayaknya komandan kita bini perhatian banget ya sama Umar. Beberapa kali lho Mas Pras datang ke Wanarandu, hanya untuk bertemu Umar. Ya, walaupun gak pernah berhasil sih.”
“Ih, kamu ini, bocorin rahasia aja.”
“Gak apa-apa Mas. Biar Umar kan tau kalo masih ada yang menyayangi dia. Sama kayak kita. Masih ada teman-teman di sini yanb saling menyayangi dan menguatkan. Umar kan juga harus merasakan hal yang sama seperti kita. Bukan begitu Mas Komandan?”
“Kalian itu ya, pintar banget. Pantas aku masih ingin bersama kalian.” Mereka hanya tertawa mndengar semua itu. Umar sendiri merasa jika mereka punya persaudaraan yang begitu kuat.
“Umar sudah tambah besar aja ya. Tambah cakep.”
“Terima kasih.”
“Tidak perlu berterima kasih. Karena kami sendiri juga sering gombal seperti itu.”
“Kalian itu, masih suka ngegombal.” Mereka hanya bisa saling bersenda gurau. Hari ini, entah kenapa Umar begitu senang bertemu dengan mereka. Mereka banyak sekali memberikan gurauan yang sama sekali tak pernah ada di tempat lain. Gurauan yang tak menyinggung hati siapapun diantara mereka.
“Oh iya, Dek Umar bisa gak kita ajak lihat balapan nanti malam?”
Semuanya hanya melihat Umar. Umar sendiri tak bisa janji. Tapi, dia akan berusaha untuk datang malam nanti. Semoga saja tidak ada yang melarangnya. Entah bagaimana caranya agar Umar bisa pergi malam nanti tanpa ada kecurigaan dari orang desa.
“Aku, mau ikut. Aku usahakan. Nanti malam bagaimana caranya, aku akan keluar dan bisa bertemu dengan Mas semua.”
“Sebenarnya gak terlalu malam sih. Ini kan karena kita juga harus ada acara lain. Jadi mungkin jam 9 sudah bisa selesai. Masib belum terlalu malam itu.” Umar sendiri hanya tersenyum mendengar semua itu. Dia ingin sekali bisa bertemu dan berkumpul dengan mereka. Mereka yang mengerti dirinya. Mereka yan sangat menghargai dirinya dan menganggap dirinya ada.
“Bagaimana Umar?”
“Aku mau. Mungkin aku bisa ke tempat Eyang.” Mereka hanya bisa tersenyum dengan apa yang baru saja Umar katakan.
“Ya sudah. Sekarang, kau mau pulang, atau tetap di sini?”
“Aku mau di sini dulu.” Mereka tak memaksa Umar untuk bagaimana. Mereka sendiri memberikan minuman pada Umar. Minuman itu membuat tubuh Umar menghangat. minuman itu membuat Umar tak sadar.