Naskah sang kuasa

Zainur Rifky
Chapter #40

balapan

Di tempat balapan, Pras sendir sedang menunggu Sigit. Dia sengaja meminta Sigit untuk menjemput Umar agar tak dicurigai oleh orang desa. Lama sekali dia menunggu. Ketika Sigit kembali, Pras sendir bernapas lega. Umar sendiri sudah dibonceng oleh lelaki itu.

“Maaf Mas Komandan, sudah menunggu lama. Umar sudah aku bawa ke tempat yang kau minta.”

“Kamu itu Git. Bisa-bisa saja. Tadi, repot gak untuk minta izinnya.”

“Enggak kok. Umar kayaknya sudah ada sesuatu yang disiapkan.” Umar sendiri tersenyum. Dia sudah minta izin untuk menginap di rumah neneknya.

“Dek Umar, kau mau ke tempat eyang?”

“Iya Mas. Kebetuan rindu sama Eyang.”

“Ya sudah. Ini biasanya malam. Tapi, karena kita pindah tempat, kali ini bisa dimulai.” Mereka langsung saja pergi dan terlihat keramaian. Keramaian orang-orang dan suara mesin mobil yang sidah siapn untuk berlaga.

Umar sendiri yang masih belum mengerti terkait dunia balapan seperti mereka hanya bisa diam dan menyaksian. Terlihat, di tengah arena, ada seorang wanita yang begitu cantik dan akan memandu acara balapan kali ini.

“Umar, kau senang?”

“Senang Mas. Aku gak tau lagi kapan bisa seperti ini. Karena di rumah sendiri aku seperti gak bisa sampai kumpul rame-rame seperti malam ini.” Pras sendiri hanya bisa senang meihat Umar juga tampak begitu senang malam ini. malam yang langka bagi anak yang usianya jauh di bawah Pras. Hal yang mungkin bisa dikatakan mewah oleh Umar. Semua tertuju pada mobil yang terus beradi kecepatan. Semua tertuju pada mobil yang begitu ringannya untuk dipakai balapan.

Setelah selesai, Umar hanya bisa senang. Banyak hal yajng bisa dia ceritakan malam ini pada Pras dan juga teman barunya. Baru kali ini, Pras melihat Umar sangat terbuka dengan orang lain.

“Kau senang sekali sepertinya.”

“Iya Mas. Terima kasih untuk hari ini.”

“Tidak perlu seperti itu. Aku kan jadi gimana kalau kamu malah berterima kasih.”

“Lho, gak apa-apa Mas Sigit. Tadi Mas juga yang jemput aku.” Sigit sendiri tampak malu dengan apa yang baru saja dikatakan Umar.

Malam itu, terjadi kembali. Sesuatu yang Umar seharusnya tidak menerimanya. Sigit kali ini memberikan itu semua. Umar sendiri lagi-lagi tak bisa menolak hal itu u. Dia sama sekali tak berdaya saat lelaki itu melakukan hal yang seharusnya tidak diterima oleh siapapun.

***

“Umar, kau tak apa?”

“Tak apa Mas Sigit. Terima kasih untuk semalam.” Umar sendiri yang bertemu Sigit di depan rumah eyangnya Umar hanya bisa saling menyapa. Sigit tak pernah menyangka jika Umar sendiri mau untuk melakukan hal yang demikian.

“Umar, aku sama sekali tak menyangka hal semalam itu bisa terjadi.”

“Kenapa Mas Sigit?”

“Gak ada. Aku sebenarnya ingin sekali minta maaf sudah merenggut semua itu.”

“Apa yang kau renggut? Kau tak merenggut apapun. Justru banyak orang yang merenggut kehidupan dan kebahangiaan yang harusnya aku terima selama ini.” Sigit sendiri sebenarnya ada rasa pemyesalan. Penyesalan kenaoa dia bisa melakukan hal itu. Apakah karena baru melihat pemandu balapan itu? Tapi, Umar sepertinya sangat senang bisa merasakan hal yan seperti demikian.

“Mas Sigit, kau tidak bersalah. Aku tak tau, Mas Pras sudah dua kali melakukan itu bersamaku. Dia juga minta maaf.”

Lihat selengkapnya