“Le, sudahlah. Kau mau tingal di sini dulu?” Umar sendiri hanya bisa mengiyakan. Umar hanya ingin tempat yang aman untuk sementara waktu saja. Entah kemana dia selanjutnya.
“Bulek. Aku habis ini masuk SMP. Aku boleh sekolah di sekitar sini?”
“Iya Le. Kamu akan sekolah di sini saja. Kebetuan ada sekolah yang harganya terjangkau. Kau mau kan Le tinggal di sini? Bulek akan bantu kamu biar bisa masuk. Nanti bulek akan ke rumah budhe kamu. Ngambil barang ya kau butuhkan Le.” Umar hanya bisa mengiyakan. Dia hanya ingin bisa tenang tanpa ada yang mengganggunya. Umar kali ini bisa tinggal di tempat ini untuk sementara waktu. Dia berharap keluarga dari pihak ibunya bisa mengerti dan tak lagi seperti keluarga dari pihak ayah.
Arumi hanya bisa terdiam dan tak bisa berbuat apapun. Umar sepertinya sangat takut untuk kembali ke rumahnya yang dia tempati di desa Wanarandu. Ali sendiri membiarkan Umar untuk beristirahat. Dia tak mau jika Umar sampai harus tak nyaman di tempat ini. Bagaimanapun, Umasr masih saja keponakan mereka dan harus mendapat hak sebagai bagian dari keluarga mereka.
Di tempat lain, Ismawati hanya bisa terdiam setelah Umar pergi. Ismail sendiri tak mampu mengejar Umar yang larinya begitu cepat. Entah dimana anak itu berada sekarang ini. Ismail sangat mengkhawatirkan kondisi anak itu. Bagaimana jika dia diculik atau ikut bersama geng motor yang beberapa waktu belakangan ini sangat dekat dengannya?
“Mas, sudah tau dimana Umar sekarang?”
“Belum tau. Tapi dia semalam keluar dari desa ini. Gak tau dia kondisinya bagaimana.” Ismawati hanya bisa terdia dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ismail. Dia sangat takut. Ismawati entah kenapa bisa menampar Umar seperti demikian. Dia pasti sakit hati dengan tamparan itu.
Banyak warga yan ikut prihatin. Umar sampai sekarang belum diketahui dimana keberadaannya. Warga desa yang mencari tak ada yang bisa menemukan Umar. Terakhir, mereka melihat Umar keluar dari desa itu.
“Coba tanyakan sama pedagang di pasar kecamatan. Mungkin saja Umar ikut dengan rombongan pedagang.” Salah seorang warga langsung saja mengatakan hal tersebut. Alasan yang sangat masuk akal. Jam seperti itu pasti pedagang mulai berangkat. Mereka pasti ada yang bertemu Umar.
Ingin sekali Ismail berangkat dan menemui beberapa pedagang di pasar. Tapi, tak sampai dia pergi, Ali datang. Ismail yang mengenalinya langsung saja mendekat dan menanyakan apa yang sedang dia lakukan.
“Maaf Mas. Aku hanya ingin bilang kalo Umar tadi pagi ada yang mengantar ke rumah Arumi. Dia ditemukan salah satu pedagang yang akan berangkat ke pasar dalam kondisi ketakutan. Sampai di rumah aku lihat sepertinya ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.” Ismail hanya terdiam dengan cerita dari Ali. Umar, berada di tempat Arumi? Jauh sekali dia bisa sampai kesana?
“Tapi, dia bisa sampai kesana gimana ceritanya?”
“Lho, kok masih tanya. Dia tadi pagi diantar sama salah seorang pedagang. Pedagang itu bilang kalo Umar ditemukan dalam kondisi sangat ketakutan. Arumi tadi sempat bertanya sama Umar, dan dia menjawab dengan cara terputus-putus. Kataya ada masalah sama kalian nberdua.” Mereka hanya terdiam dengan cerita itu. Ismawati langsung saja menangis setelah tau jika ada pedagang yang membawanya menuju tempat yang aman. Dia bersyukur masih ada orang yang begitu peduli dengan keponakannnya, walaupun di desa ini terkenal sebagai anak bandel.
“Aku gak menyangka anak sebandel Umar bisa ada yang perhatian.”
“Gak ada yang namanya anak bandel, Mbak. Yang aku tau, gak ada anak bandel. Yang ada kita mau memahami dia apa enggak. Aku tau dia masih usia remaja. Mungkin ada perilaku buruk yang dia lakukan. Tapi kan kita sebagai orang yang lebih tua dan lebih dewasa harus pintar juga. Kita harus tau kenapa dia bisa berbuat seperti itu.” Ali menatap foto rumah itu. Tak ada satu foto Umar yang terpajang di dinding rumah. Dia sendiri beberapa kali mendengar jika Umar sendiri banyak sekali meraih prestasi. Tapi, kenapa tak ada foto Umar di dinding rumah?
Ali tak banyak komentar terkait hal itu. Dia hanya ingin tau apa yang sebenarnya terjadi dengan Umar sehingga dia harus pergi dari rumah ini. Kenapa Umar dengan berani menembus gelapnya malam untuk keluar dari Wanarandu? Padahal, jalanan sepi yang memisahkan Wanarandu dan desa berikutnya sangat rawan kejahatan. Bisa saja Umar semalam ada orang jahat yang membuatnya tak berdaya.
“Mas Ali, kau tak pernah tau apa yan terjadi sama Umar. Dia selama ini dikenal anak bandel. Bahkan dia berani memegang senjata untuk melawan orang lain.”
“Maaf Mas Ismail, apakah dia merasa tidak aman sampai dia harus menggunakan senjata tajam? Aku sudah beberapa kali menemui kasus seperti itu. Mereka merasa tidak ada tempat untuk berlindung, jadi dia menggunakan hal yang kita bilang itu sangat berbahaya.” Ismail sendiri hanya bisa terdiam mendengar jawaban dari Ali. Ali sendiri langsung saja keluar. Tak ada yang bisa dia temui. Azura sendiri ternyata sudah lama taj menjenguk Umar. Selama di rumah ini bersama keluarga Ismail, sekalipun dia tak pernah menengoknya.
“Mas, apa Azura setelah merantau menengok Umar?”