Umar sendiri langsung mendekati Arumi. Tampak dia memohon agar dia bisa tinggal di rumah ini. Arumi yang melihat ekspresi Umar hanya bisa terdiam dan mengerti jika ada sesuatu yang ingin Umar katakan.
“Kamu itu kenapa sih Le? Kok ditawari tinggal sama neneknya gak mau.”
“Bulek, aku gak mau. Mau di sini aja.”
“Maaf, kayaknya Umar udah kerasan di sini.” Yuni hanya bisa terdiam mendengar hal itu. Dia tak bisa memaksa Umar jika cucunya sudah merasa nyaman di tempat ini.
Tapi, satu hal yang membuat dia merasa was-was. Terkait kedekatannya dengan kelompok yang dipimpin olehj lelaki yang bernama Pras. Yuni tak ingin jika Umar terus dekat dengan kelompok itu. Bukan tanpa alasan, Yuni tau jika kelompok itu hanya sedang bersembunyi di dekat tempat tinggalnya. Markas sebenarnya ada di sekitar sini. Dia tak ingin ada sesuatu yang buruk terjadi pada Umar.
“Rum, kau yang sabar kalo ngehadapi Umar. Dia jangan sampai sering keluar malam apalagi sampai pulang larut malam. Bahaya.”
“Insya Allah enggak Bu. Umar sebenarnya anak yang nurut dan gak bandel. Cuma, karena terkenal bandel aja dia jadi seperti itu. Kalo dihadapi dengan bener, dia gak akan sampai marah atau ngelawan.” Yuni terdiam dsan hanya bisa menata cucunya. Dia sepertinya nyaman di rumah ini walaupun belum ada satu bulan berada di tempat ini. Jarang sekali Umar bisa langsung nyaman di tempat baru.
“Ya sudah, titip Umar. Kalo ada apa-apa, bisa bilang sama ibu. Karena sepertinya dia bakal nurut sama aku daripada sama Pakdhenya.”
“Gak apa-apa Bu. Yang penting Umar bisa nyaman di tempat dia tinggal.”
“Di sekolah pernah berantem sama temannya?”
“Sampai sekarang ini belum ada. Memang kalo gurunya bilang agak keras dan cenderung main fisik. Tapi gak sampai bertengkar.”
“Semoga jangan pernah bertengkar. Kalo sudah ada masalah dan berkelahi, bakal panjang urusannya Nduk.” Arumi hanya terdiam. Terlihat Umar juga diam dan tak bisa berbuat apapun kali ini.
Dalam hatinya, dia sebenarnya ingin pergi ke tempat eyangnya dan dekat dengan Pras. Tapi, ada sesuatu yang dia takutkan jika pergi ke rumah itu. Dia bisa sewaktu-waktu untuk diajak kembali ke desa Wanarandu. Dia sama sekali tak ingin lagi menginjakkan kaki di desa tersebut. Warga desa tak banyak yang mengerti dirinya. Bahkan, bisa dibilang Umar terkenal anak yang paling bandel di desa itu.
“Nduk, kamu juga harus hati-hati. Kamu pasti sering dengar kalo ada geng motor yang dipimpin sama lelaki namanya Pras.”
“Iya Bu, ada apa ya?”
“Umar itu sudah hampir dua tahun ini dekat sama mereka. Aku takut kali dia kejadian seperti yang lain.”
“Geng motor itu? Mereka kan sering buat ulah di kecamatan ini?”
“Iya Nduk. Makanya kalo dia keluar kamu harus bisa curiga. Takutnya dia bisa datang ke tempat itu. Pakdhenya pernah lihat kalo di tubuh Umar itu ada sesuatunya.” Yuni mulai berbisik. Hal itu dia rasa sangat sensitif. Tapi harus diketahui oleh Arumi
“Sesuatu apa itu Bu?”
“Ini bukan prasangka buruk atau apa. Tapi, sepertinya dia pernah digarap sama seorang dari mereka.”
“Digarap?”
“Maksud aku, kayak hubungan pasangan halal.”
“Sampai sejauh itu?”
“Ini masih dugaan. Ismail yang beberapa kali melihat tanda itu di leher dia. Ada bekas kemerahan gitu.”
“Terus, dia pas ditanya gimana?”
“Dia bilang gak ada apa-apa. Selalu saja menghindar. Entah yang terjatuh atau digigit serangga. Tapi, Ismail sendiri gak percaya. Itu bukan luka karena jatuh atau gigitan serangga jenis apapun.” Arumi hanya bisa terdiam dan berusaha biasa saja di depan Umar. Umar sendiri terlihat sudah sangat mengantuk. Dia tak sadar tertidur di kursi kayu yang ada di ruang tamu. Arumi hanya membiarkan Umar tertidur. Yang paling penting kali ini, Umar sudah gagal pergi keluar malam hari. Kalo dilihat, dia pasti akan keluar menuju daerah yang jadi tempat balapan.