Azura langsung saja pulang. Dia tak sadar jika tengah diikuti oleh seseorang. Orang yang tak lain adalah anaknya sendiri.
Dia akhirnya sampai dan merapikan semua bajunya. Dia ingin segera pergi dari rumah ini. Dia tak ingin menambah penderitaan karena pura-pura membenci anaknya. Lelaki yang sekarang tinggal bersamanya hanya bisa menanyakan kemana wanita itu akan pergi.
“Maaf, aku gak bisa membohongi diriku sendiri.”
“Kamu mau pergi?”
“Iya. Terus kenapa? Kau keberatan?”
“Enggak. Tapi kau tau, kalo gak ada yang menerima kamu saat ini?”
“Kenapa? Aku jauh dari anakku saja sudah menderita. Ditambah lagi hidup dengan lelaki miskin seperti kamu. Aku tambah gak bahagia.”
“Ternyata, kamu sudah pintar juga untuk bersandiwara Azura. Selama ini kamu bersamdiwara?” Azura hanya terdiam. Dia langsung saja pergi. Tapi, sebelum dia pergi, tangan itu langsung saja dipegang oleh lelaki itu.
“Lepaskan aku!”
“Lepas katamu? Apik sekali sandiwara yang kau mainkan Azura.”
“Kenapa? Aku mau pergi. Dan silahkan kau rawat anak kamu ini. Aku sama sekali gak bisa menyayanginya.”
“Apa-apaan kau? Kau mau meninggalkan anakmu?”
“Iya. Kenapa? Karena selama ini aku sudah meninggalkan anak kandungku. Anak hasil hubungan pernikahan dengan suamiku sebelumnya. Dia layak aku sayangi. Dan dia, hanyalah anak haram. Gak lebih dari itu.”
“Terus, dia tak layak?”
“Kau sayangi dia. Kau kan yang memaksa aku untuk melakukan hubungan seperti itu? Jadi, tanggung jawab sama anak kamu.”
“Tidak bisa begitu.”
“Aku hanya melahirkan dia. Tapi tak akan pernah mau menyayangi dia.”
“Keterlaluan kau Azura.”
“Iya. Aku memang sudah keterlaluan. Aku sudah keterlaluan meninggalkan anakku. Aku memang bukan seorang ibu yang baik. Dan kau kenapa masih mau menikahiku sedangkan aku jelas meninggalkan anak kandungku?”
Azura sendiri langsung saja meninggalkan lelaki itu. Lelaki yag bernama Rukhson hanya bisa memendam amarah. Dia taik menyangka jika istrinya bisa melakukan hal semacam ini.
Dari arah lain, Umar yang berhasil membawa sebuah pisau, tak mau berlama-lama. Serangan demi serangan dia berikan pada lelaki itu. Rukhson hanya bisa berteriak saat Umar melampiaskan semua amarahnya pada dirinya.
“Apa yang kau lakukan?”
“Kau gak perlu tau. Tapi aku harus memberikan oleh-oleh atas semua yang kau lakukan.” Pisau itu langsung saja menancap di salah satu bagian. Lelaki itu hanya bisa mendelik saat Umar berhasil menghunuskan pisau itu dan membuat dirinya ambruk tak berdaya.
Umar langsung saja pergi. Dia tak ingin jika ada warga yang tau atas perbuatannya yang baru saja terjadi. Umar terus berlari sampai ada sebuah tangan yang memegangnya. Melihat pemilik tangan, dia langsung saja menepisnya dengan begitu kasar.