Naskah sang kuasa

Zainur Rifky
Chapter #62

aku ingin ketemu ibu

“Bulek, ibu bakal kesini gak ya? Ibu bakal jenguk aku gak ya?” Arumi terdiam dan tak busa menjawab. Entah dimana keberadaan kakaknya kali ini.

“Bulek kurang tau Le. Ibu kamu sudah gak tau ada dimana.”

“Bulek, aku pengen ketemu ibu Bulek.” Arumi tak bisa menyembunyikan semua kesedihannya. Umar masih saja merindukan ibunya.

“Le, kenapa kamu merindukan ibu kamu? Kamu pernah bilang, ibu sudah membuat kamu kecewa.”

“Aku ingin ketemu ibu Bulek. Aku cuma mau tau, ibu masih sayang sama akua tau enggak.” Arumi tak bisa menjawab apapun.

“Le, semoga masih bisa bertemu ibu kamuj ya Le. Sekarang, bulek gak tau dimana ibu kamu.” Umar tampak meneteskan air mata.

“Aku kangen sama ibu.”

“Semoga masih ada kesempatan Le. Semoga masih ada kesempatan untuk bertemu ibu kamu.”

Di tempat lain, Yuni kali ini bertemu Ismawati. Banya hal yang dia bicarakan pada anak sulungnya. Ismawati hanya bisa terdiam.

“Nduk, ibu tau niat kamu. Tapi, lain kali kamu ukur dulu kemampuan kamu.”

“Bu, maafkan aku Bu. Aku sudah gagal untuk menghadapi Umar.”

“Nduk, banyak yang masalah dalam diri Umar. Aku tidak bisa menyalahkan kamu sepenuhnya.”

“Bu, tidak bisa begitu. Aku juga sangat bersalah untuk Umar sekarang ini. Aku gak bisa menjadi ibu yang baik untuk Umar.” Yuni menatap langit. Langit yang kali ini bertabur bintang. Dia juga melihat beberapa dokter dan perawat yang terus berseliweran melaksanakan tugasnya. Tak ada wajah capek. Mereka dihiasi senyuman. Semua demi pasien yang mereka hadapi.

“Aku sudah bersalah Is. Aku sudah salah. Aku yang meminta suami kamu untuk bisa membawa Umar kembali. Aku secara tak langsung sudah meminta itu pada suami kamu. Seharusnya, Umar aku biarkan untuk di tempay Arumi. Dia senang di sana. Dia nyaman di sana.” Yuni tyampak meneteskan air mata. Ismawati terdiam dan tak mengerti dengan semua ini.

“Bu, masuk ayo. Sudah malam.” Yuni hanya mengiyakan. Dia berjalan dan melihat Umar sekarang ini sedang diberikan obat. Entah berapa cairan yang dimasukkan bersama cairan infus. Beberapa juga disuntikkan melalui selang yang terpasang di salah satu tangan Umar.

“Alat ini, sebelum ada perintah dilepas dari dokter, jangan dilepas. Sangat membantu.” Umar hanya terdiam. Arumi tampak tersenyum dengan semua itu.

Tak lama, seorang lelaki muda datang karena Ismawati memintanya untuk ke ruangan ini. Dokter Shaka, dia datang karena permintaan Ismawati.

“Bu Yuni, saya tungguin dari tadi lho Bu. Gak datang-datang.”

“Maaf Le.”

“Ya sudah Bu. Ini kenapa? Saya tensi dulu ya.” Shaka langsung saja mengukur tensi darah wanita itu. Terlihat memang cukup tinggi.

“Shaka, bagaimana kondisinya?”

“Bu Yuni, tensinya cukup tinggi. Pasti banyak pikiran.”

“Iya Dokter.”

“Emosinya sedang gak stabil?”

“Kurang tau Doter. Tapi, mungkin karena marah-marah tadi.”

“Mungkin bisa bicara sama mas Fajrin. Saya tau mungkin agak emosi dan beban. Tapi, saya yakin, Bu Yuni bisa kembali sehat. Mungkin karena faktor usia saja.” Yuni terdiam. lelaki yang ada di hadapannya kali ini, adalah orang yan memeriksa Umar tadi siang.

“Dokter, bagaimana ibu gak kepikiran. Ini masalah cucu ibu.”

“Saya tau Bu. Insya Alah Mas Umar sembuh.” Shaka sendiri akhirnya pamit. Dia harus segera pulan karena hal lain yang menunggunya

Lihat selengkapnya