“Berarti, kamu kenal sama orang yang sudah berbuat hal itu sama Umar?”
“Kenal. Sangat kenal.”
“Le, bisa di sini sebentar saja? Banyak yang harus aku tanyakan darimu.”
“Apa yang ingin Ibu ketahui?”
“Umar, posisinya waktu itu, dilecehkan atau memang suka sama suka?”
“Yang saya tau, memang suka sama suka, Bu. Sering mereka yang memulai duluan, Umar yang dirayu untuk melakukan hubungan seperti itu.”
“Terus Le. Ibu pernah tau dia itu menyimpan barang gak bener. Itu dari kalian?”
“Iya Bu. Memang bener. Tapi, Umar mengembalikannya. Dia hanya menyimpan sebuah pisau. Pisau itu yang dia gunakan untuk melumpuhkan orang yang berusaha menjahatinya, termasuk kedua orang tuanya.” Kedua oerang tuanya? Berarti, Azura dan mantan suaminya, bisa bersimbah darah saat itu akibat ulah Umar?
“Berarti, itu semua akibat ulah Umar?”
“Iya Bu. Memang, dia rapi melakukannya. Semua itu seperti tersusun secara rapi. Padahal dia melakukannya tak ada persiapan apapun. Hanya modal nekat dan sakit hati saja. Walaupun, dia melakukan itu rapi, pasti ada aja celah.” Arumi hanya mengiyakan.
“Le, tolong ceritakan padaku, bagaimana Umar bisa bertemu kalian? Dan, bisa melakukan hal itu sama kalian? Kau mau cerita?”
“Kami pertama kali bertemu, saat Umar masih SD Bu. Kurang tau dia kelas berapa waktu itu. Tapi, dia waktu itu tinggal sama eyangnya.”
“Setelah dijemput kakeknya berarti?”
“Kurang tau Bu kalo itu. Tapi, Umar sempat cerita, dia memang diminta tinggal di rumah eyangnya. Waktu itu juga saya tanya, kenapa sekolahnya jauh? Ya karena itu Bu.”
“Le, ini masalah Umar dan kalian. Ketika Umar melakukan itu sama kalian. Bagaimana ceritanya itu?”
“Kalo masalah itu, saya kurang tau Bu, pertama kali dia melakukan itu dengan siapa dan kapan. Tapi sepertinya, dia pertama kali melakukan itu dengan pimpinan kami, namanya Pras. Untuk pertama kalinya, saya kurang tau kapan itu terjadi.”
“Kalo yang kamu tau, dia melakukan itu kapan ya Le?”
“Ini yang saya tau pertama kali Bu ya, dia kelas enam. Tapi, itu ternyata sudah dilakukan beberapa kali Bu.”
“Dan itu gak ada paksaan?”
“Gak ada paksaan sama sekali, Bu.”
“Ya sudah, kamu sering datang ke sini ya. Tengok Umar. Terima kasih informasinya.”
“Ibu gak marah?”
“Le, kalo melihat kamu sekarang ini, sepertinya kamu sudah tak lagi seperti dulu. Aku yakin, kamu akan membawa hal positif bagi Umar.”
“Baik Bu. Nanti saya sama mas Fajrin bantu kenalkan Umar sama seorang yang saya rasa bisa membuat Umar bisa lebih baik.”
“Siapa itu Le kalo boleh tau?”
“Ibu, masih ingat Pak Shiddiq?”
“Pak Shiddiq, gurunya Umar waktu SMP?”