Naskah sang kuasa

Zainur Rifky
Chapter #78

ketika anggota keluarga berkumpul kembali

“Iya Bu. Iya. Aku tau. Umar sudah pergi untuk selamanya. Dia datang ke tanah suci dan menjadi tamu Allah, tapi Allah tidak memperkenankan Umar kembali ke tanah airnya. Semoga Umar tenang di sana Bu. Dia menunggu kita di sana.”

“Iya Nduk. Aku mau pulang. Aku mau bersama kalian. Kalian mau kan nginap di rumah? Semalam saja gak apa-apa.”

“Kenapa harus enggak Bu? Kami akan menginap dan menemani Ibu. Tiga hari ini kami akan menginap bersama. Setelah itu, bergantian kami akan menemani Ibu.”

“Terima Kasih Is. Terima kasih.” Ismawati tersenyum dan melihat senyuman dari wajah ibunya. Sepertinya, Yuni sangat bahagia kali ini.

Mereka menjalani haru seperti biasa. Hari itu, banyak orang yang datang berkunjung. Berkunjung karena Yuni baru saja pulang dari umroh. Mereka sangat antusias mendengar cerita Yuni, terutama kegiatannya bersama mendiang Umar. Tak lupa, mereka juga turut mengucapkan belasungkawa atas kepergian Umar.

“Gak pernah nyangka ya Bu, Umar bisa meninggal dengan cara yang baik.” Mereka hanya tersenyum.

“Permisi.” Mereka semua menoleh. Terlihat seorang wanita datang dengan wajah yang melas. Arumi langsung berdiri melihat wanita itu datang ke tempat ini.

“Mbak? Kau sedang apa Mbak di tempat ini?” Azura hanya terdiam dan tak lama menangis.

“Rum. Katakan padaku Rum. Dimana anakku sekarang ini?”

“Mbak, aku harus bilang sama kamu. Umar sudah meninggal. Dia meninggal seminggu yang lalu di tanah suci.” Azura tak bisa membendung air matanya.

“Rum, kenapa tak ada yang mau memberi tahu aku? Kenapa kau tak memberitahu aku sebagai ibunya?”

“Mbak, apa kau selama ini menjalankan tugas dan peran kamu sebagai seorang ibu? Selama ini, Mbak Is dan suaminya yanhg menjadi orang tua bagi anak kamu. Kamu kemana saja? Kenapa kau saat Umar butuh kasih sayang dan pelukan dari kamu?” Azura terdiam. Dia sangat sedih mendengar Umar sudah meninggal.

“Mbak, Umar satu tahun ini harus menghadapi penyakitnya. Dia harus melawan penyakit yang menyerang tubuhnya. Kenapa kau tak hadir Mbak? Kalo kamu ada, dia akan sangat senang. Dia beberapa kali menanyakan kemana kamu. Bukan hanya setahun belakangan saja, beberapa tahun belakangan, dia terus mencarimu dan berharap kamu mau datang dan memeluknya. Tapi selama ini, rindunya hanya sebatas rindu.” Arumi memberikan beberapa surat yang memang ditujukan pada Azura. Azura langsung membaca surat-surat itu.

“Umar. Anakku sayang. Kenapa kamu pergi secepat itu?” Azura langsung saja tak sadarkan diri.

“Mbak. Mbak Zura. Kamu kenapa Mbak?”

Tubuh Azura digotong menuju tengah ruangan. Dua orang wanita langsung mendekat dan memberikan minyak kayu putih dan bau apapun agar Aura bisa cepat sadar. Yuni dan kedua anak perempuannya tak bisa berbuat banyak. Entah kenapa, amarah pada wanita itu hilang tak ada bekas. Bukan tak ada bekas, tapi lebih kasihan dengan kondisi Azura. Wijaya yang mendengar suara dari Azura langsung keluar dan mendapati wanita itu tak sadarkan diri.

“Nduk. Azura, kenapa kamu Nduk?”

“Pak, sudah Pak. Biarkan dia dirawat. Kita tunggu sampai dia sadar.” Yuni kali ini membuat Wijaya hanya bisa meneteskan air mata. Azura, berada di rumah ini, seperti doanya.

Lihat selengkapnya