Aku harus berlatih, tak ada waktu lagi, tarian kali ini harus menjadi tarian terbaikku, panggung ini adalah panggung kebenaran, tak ada tempat untuk kesalahan, semuanya harus kusiapkan matang-matang, ini adalah perang.
Suara seorang pemuda terdengar samar dari tengah hutan, menggumam tentang peperangan yang dia anggap sebagai panggung pertunjukan dimana dia akan menari didalamnya, matanya terlihat lelah karena kurang istirahat, kulit putihnya yang bak salju membuat semua binatang mengenalinya dan berhenti sejenak seolah memberikan salam hormat padanya, dibelakangnya sepasang mata menyala dari lembu yang hampir seputih dirinya mengikuti bersama seekor ular kobra yang melata menuju leher pemuda itu untuk menghangatkan dirinya. Tak berapa lama kemudian langkah pemuda itu terhenti, tatapan matanya mengarah kearah tombak bermata tiga yang sebelumnya telah dia tancapkan ketanah dan segera dia cabut dari tempatnya yang menimbulkan getaran keras yang membangunkan semua makhluk disekitarnya.
"Ahh, aku telat lagi, Prabhu sudah bangun, aduduh, kok bisa aku ketiduran lagi," pikir seorang pria yang bangun karena getaran yang ditimbulkan pemuda tadi. Tanpa banyak berpikir, dia segera mengganti bajunya, memakai parfum lalu berlari dari kamarnya dan melesat menuju pemuda tadi. "Sendiko dawuh Prabhu, maafkan aku yang masih tertidur saat engkau sudah bangun, apa yang engkau butuhkan Prabhu, hamba siap melayani," ucap pria itu. "Biasakan untuk memanggil namaku juga pak, nanti biar pas perang gak bingung," ucap pemuda tadi. "Siap Prabhu Ihsan, maafkan hamba," ucap pria tadi. "Hhh kau bukan hambaku, kita kan teman pak Anas, gausah terlalu heboh begitu pak, jadi aneh rasanya," balas pemuda tadi yang bernama Ihsan dengan senyum yang indah menerangi Anas, abdinya yang setia itu. "Sungguh beruntung aku membelamu Prabhu, aku akan selalu berusaha memberikan usaha terbaikku untukmu," pikir Anas. "Pak Anas, gimana persiapan perangnya," ucap Ihsan sembari berjalan dengan tenang keluar dari hutan menuju gemerlap cahaya ratusan lampu dari sebuah bangunan megah dari kayu pohon jati dengan ukiran-ukiran indah dan pilar-pilar yang menjulang tinggi menembus awan melingkari gunung dimana hutan tempat Ihsan beristirahat berada. "Semuanya sedang disiapkan Prabhu, mari," ajak Anas. "Baiklah," balas Ihsan sembari mulai melangkahkan kakinya memasuki keraton yang indah itu diikuti oleh Anas yang berada dibelakangnya sementara lembu dan ularnya kembali kedalam hutan belantara yang luas itu.
Sesampainya kedalam keraton, Ihsan segera disambut oleh orang-orang yang berlalu-lalang dengan penuh hormat dan dibalas oleh sang Prabhu dengan senyuman hangat sambil terus melangkahkan kakinya menuju sebuah lapangan luas dimana berjuta-juta prajurit terbaiknya sedang berlatih. "Apa hanya segini yang bisa kita tampung di keraton?," tanya Ihsan. "Kapasitas lapangan latihan kita memang baru segini Prabhu, ini sudah lumayan banyak jika dibandingkan keraton lama," ucap Anas. "Kau masih belum sepenuhnya merelakan keraton lama ya, padahal keraton Suralaya yang sekarang jauh lebih besar dan lebih aktif, " ucap Ihsan. "Benar Prabhu, maafkan aku karena terlalu banyak mengeluh," ucap Anas. "Tak masalah, hmm aku mau berlatih juga, mana orang-orang kuat itu," tanya Ihsan. "Mereka baru bangun, sedang bersiap kesini," ucap Anas. "Ohiya!!?, menarik, aku ingin mencoba kekuatan baruku," ucap Ihsan dengan gembira.
Mentari pagi mengintip dengan malu-malu di keraton Suralaya. Ihsan baru saja selesai makan dan sedang menuju pemandian di keratonnya untuk bebersih diri dan berganti baju, saat itu sesosok pria berkulit sawo matang juga masuk kesana untuk bebersih diri. "Langsung aja nih pak Kusuma," tanya Ihsan. "Kau kelihatan semangat berlatih, latihan kita gak boleh kendor bukan," balas pria sawo matang yang bernama Kusuma itu. "Ya pak, lawan kita bukan main-main kuatnya, saat ini aku mendapatkan informasi bahwa mereka sedang melakukan produksi masal senjata," ucap Ihsan. "Era ini memang jauh berbeda dengan eraku, dulu teknologi paling kompleks adalah vimana yang dibuat Bhatara, kini semua teknologi lebih kompleks, lingga yoni, padmanabha, hiranyagarbha dan banyak lagi, ini baterai kontinu yang sederhana saja aku masih kagum melihatnya, tipe proyektil sekarang juga unik, bahkan ada senjata yang sudah cukup kuat untuk menggantikan astra, varian vimana juga sekarang banyak, bahkan penemunya saja kaget hahaha, Bhatara itu orang paling cerdas dizamanku lho," ucap Kusuma. "Itu bagus, berarti Dunia berkembang kearah yang benar, kalau menurutmu bagaimana progres latihanku tuan Kusuma," tanya Ihsan. "Sangat mengejutkan, sampai sekarang aku belum pernah menyaksikan orang dengan pertumbuhan kekuatan sebaik dirimu, tapi aku juga sedikit khawatir dengan kondisi kesehatanmu yang terus memburuk, kau juga kurang tidur dan jarang makan tepat waktu, mungkin kalau dirimu benar-benar sehat kau bisa mengimbangi diriku, sayangnya kondisimu seperti ini, tolong lebih perhatikan kesehatanmu nak Ihsan," ucap Kusuma. "Terimakasih Adiraja," ucap Ihsan. "Hoi kalian berdua!!, mau sampai kapan berada di pemandian, ayo latihan," ucap seseorang dengan suara yang dalam nan tegas. "Ah Bhatara, selalu saja gak bisa baca kondisi," keluh Kusuma. "Ini waktu yang ditetapkan untuk latihan, tolong lebih disiplin lagi," ucap orang tadi, dialah Bhatara. "Baiklah tuan, ohiya, produksi artileri bagaimana," tanya Ihsan. "Sudah berjalan, berdasarkan kecocokan dengan para prajurit disini, pinaka menjadi tipe artileri paling populer," ucap Bhatara. "Mereka nampaknya suka dengan tembakan pinaka yang memiliki akurasi tinggi, berarti fokus kita nanti adalah serangan jarak jauh," ucap Ihsan. "Seperti itulah, kita perlu berhati-hati kalau musuh merangsek maju, bukannya mereka menggunakan artileri tipe sharanga yang punya daya ledak yang sangat kuat serta tipe gandiwa yang akan bisa melontarkan amunisi dengan jumlah yang absurd," ucap Bhatara. "Berarti kita akan kalah kalau bertarung jarak dekat," tanya Kusuma. "Bukan Kus, kita perlu menghindari konfrontasi langsung, berarti tunggangan kita juga harus cepat dan kalau bisa sunyi, kereta perang yang ditarik nandini tidak akan cocok, akan terlalu berisik, kita perlu menggunakan binatang lain," ucap Bhatara. "Apa maksudmu tidak cocok tuan, biasanya aku juga memakainya seperti itu," ucap Ihsan. "Kau tidak bisa membuka banyak celah di pertempuran sebesar ini, semua detail harus disiapkan sebaik mungkin," balas Bhatara. "Kalau pakai makara bagaimana," tanya Kusuma. "Tidak, aku lebih merekomendasikan kuda uchaishrava, singa manasatala, rusa vayu sama mungkin anjing tipe ruru, akan segera kusiapkan kalau mau," ucap Bhatara. "Hmm boleh saja, lalu bagaimana, apakah ada kabar tentang kejelasan perang," tanya Ihsan. "Belum ada utusan Ihsan, nampaknya mereka belum siap menghadapi kita," ucap Kusuma. "Semakin lama perang ini diulur semakin dahsyat pula efeknya, mungkin kita yang harus mengajak mereka bertemu," ucap Ihsan. "Apa maksudmu, bukannya kau sudah melakukan tantangan terbuka pada mereka," tanya Kusuma. "Hanya ingin memastikan saja tuan, lagipula aku juga rindu melihat saudara-saudaraku itu," ucap Ihsan sambil memaksakan sebuah senyuman untuk terpasang diwajahnya. "Aku akan bertempur melawan saudara-saudaraku sendiri, cak Alim, Yusuf, mas Steve dan mas Lintang, hmmm setelah bertahun-tahun berjuang bersama akhirnya harus berpisah jalan juga, yah begitulah, perang ini harus terjadi agar semua orang yang bertahan paham betapa indahnya perdamaian," pikir Ihsan sembari berjalan pergi dan bersiap untuk berlatih.