Nataraja

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #2

Durga

"Hufff kekuatanmu memang luarbiasa tuan Kusuma," ucap Ihsan ditengah padang latihan yang hancur tak berbentuk. "Heheh, kau juga sudah berkembang pesat," ucap Kusuma. "Anak ini tidak masuk akal, dia bisa jadi sekuat ini dalam waktu secepat ini," pikir Bhatara. "Hei nak Ihsan, bagaimana dengan undangannya, tidakkah kau mau melakukan pertemuan dengan pihak musuh," ucap Kusuma. "Kau benar tuan, fase persiapan ini sudah terlalu lama, akan terlalu banyak kekacauan yang terjadi kalau para Ishvara itu harus membagi fokus mereka untuk persiapan perang," ucap Ihsan. "Aku juga berpikir seperti itu, perang ini kalau semakin diulur bukan hanya akan semakin dahsyat tapi juga selama persiapan akan ada banyak sektor yang tidak berjalan maksimal, bagaimana menurutmu wahai Prabhu Jonggring Saloka," ucap Bhatara. "Aku akan segera mengirim undangan dengan bantuan tuan Faisal, kalian boleh lanjut latihan," ucap Ihsan sembari mencoba berdiri namun karena kelelahan dia malah ambruk lagi, darah juga mulai mengucur dari mata, hidung dan mulutnya. "Hoi!!!, kau gak apa-apa," tanya Kusuma sembari berdiri untuk menyembuhkan Ihsan. "Aku tak apa," ucap Ihsan. "Kau perlu lebih memperhatikan kesehatanmu Ihsan," ucap Bhatara. "Andai saja anak ini sehat, mungkin saja dia lebih kuat dariku atau Kusuma, tapi kondisinya memang agak memprihatinkan," pikir Bhatara. "Hei nak, kami akan membantu mengurus pertemuannya, kau istirahat dulu," ucap Kusuma. "Aku tak apa, ini tugasku," balas Ihsan sembari berusaha berdiri. "Kami akan atur agar pertemuannya berada disini atau setidaknya tak terlalu jauh, kau perlu beristirahat Ihsan, ada orang-orang yang akan sedih kalau melihatmu seperti ini," ucap Bhatara. "Iya sih, ibu, ayah, adik dan Mahadewi akan sedih kalau melihatku begini, tolong bantu aku mengurus pertemuannya ya tuan Kusuma, tuan Bhatara," ucap Ihsan saat dirinya mulai berdiri menggunakan trisulanya untuk membantu menopang pijakannya lalu mulai berjalan menuju kamarnya.

Sebelum memasuki keraton Ihsan sudah mulai pulih dan dia berjalan dengan tegap, trisulanya kembali dia simpan tepat didepan gerbang utama keraton yang segera terbuka menyambut sang Prabhu yang akan memasukinya namun langkah Ihsan terhenti saat menyaksikan seseorang yang membukakan gerbangnya, seorang gadis yang teramat cantik memperlihatkan wajahnya dihadapan sang Prabhu, kebaya hitam berlengan panjang yang ditenun dari sutra terlihat kontras dengan warna kulitnya, kain jarik panjang yang dia ikat dengan selendang merah yang juga panjang menutupi bagian bawah tubuhnya lengkap dengan selop dari kulit kerbau dan kaus kaki putih bersih menutupi kakinya sehingga yang terlihat hanya wajah indahnya yang dibingkai dengan kain penutup berwarna merah yang menyembunyikan rambutnya yang mengintip dengan warna hitam seperti langit malam yang membingkai wajahnya yang terlihat sedih melihat keadaan Ihsan, matanya yang tajam berlinang air mata saat menatap Ihsan lalu tangannya segera bergerak mengusap pipi sang Prabhu saat tangannya yang lain memegangi dadanya yang sesak, kembang kempis menahan gundahnya, disitulah juga sebuah kalung merah pemberian sang Prabhu berada, bentuknya yang mirip hati mengisyaratkan bahwa dia adalah wanita yang spesial dimata sang Prabhu, wanita yang menjadi tempatnya menaruh hatinya. "Sudah makan siang Ihsan?," tanya gadis itu dengan lembut. "Eeee belum, baru latihan, lupa makan hehe, tapi udah sarapan kok tadi, sama makan camilan hehe," ucap Ihsan. "Sudah jam berapa sekarang?," tanyanya. "Jam 1," balas Ihsan. "Kubuatkan makan ya," ucap gadis itu. "Iya Shafa, terimakasih ya," balas Ihsan. "Ya," balas gadis bernama Shafa itu dengan senyuman manis nan indah sembari berjalan pergi menuju dapur namun langkahnya lemah dan tubuhnya terguncang. "Kamu belum makan lagi Shafa?, kan sudah kubilang kau makan tepat waktu, jaga kesehatanmu, kau juga jarang tidur," tanya Ihsan. "Aku menunggumu, aku akan makan bersamamu, aku juga baru bisa beristirahat saat aku tau kau juga sudah beristirahat, tolong bersihkan dirimu, akan kusiapkan makanan dan obat-obatan," ucap Shafa sembari berjalan pergi menuju dapur. "Aku membuat Shafa sedih lagi padahal dia selalu berusaha melakukan yang terbaik untukku, terlalu banyak dosaku padanya, memisahkannya dari keluarga dan sahabat-sahabatnya hanya untuk membawanya ke serangkaian konflik dan masalah, hanya untuk membuatnya khawatir dengan keadaanku, aku harusnya lebih baik padanya, mulai sedikit mendengar permintaannya, itu juga untukku kok," pikir Ihsan sembari bersiap untuk mandi.

Sementara itu di padang keraton, Shafa terlihat membawa sebuah golok tajam, matanya mengarah ke seekor kerbau besar yang berada didepan kawanan. "Oh dewi, kerbau mana yang kau incar," tanya pelayannya. "Ihsan selalu suka yang paling besar," balas Shafa yang kemudian melesat dengan golok ditangannya mengincar kerbau besar yang ada didepan kawanan meninggalkan pelayannya sendiri lalu dengan cepat Shafa menangkap tanduk kerbau incarannya dan menariknya dengan begitu keras sampai kerbau itu jatuh ketanah dan tanpa menunggu waktu lama Shafa segera menyembelihnya ditempat. "Heehh cepat sekali," ucap pelayannya tadi. "Sudahlah bu Lina, ayo kita ke dapur, bantu aku mengulitinya ya," balas Shafa sambil menyeret kerbau tadi dengan satu tangannya menuju dapur keraton untuk memasaknya.

Beberapa saat kemudian Ihsan menuju ruang makan dalam keadaan sudah bersih. Begitu dia buka pintu ruangan itu Shafa sudah menunggu bersama beberapa hidangan untuk dimakan bersama Ihsan.

"Ihsan, kubuatkan bakso untukmu, ini ada lontong, bihun, sayur, tulang rangu sama camilan lalu itu sambal dan kecap dan ini bakso dan kuahnya, ada pentol dan tahu silahkan diambil sendiri sesuai seleramu," ucap Shafa sembari menghidangkan makanan untuk Ihsan ambil satu persatu.

"Eee banyak sekali kau bikinnya, kau yakin akan habis," tanya Ihsan.

"Tenang saja Ihsan, ini hanya satu ekor kerbau, kita akan membagikan makanan ini setelah selesai, kita ambil dulu bagian kita, setelah itu dibagikan seperti biasa," ucap Shafa.

"Iya sih, terimakasih Shafa," balas Ihsan sembari mulai mengambil makanannya lalu duduk dan mulai makan.

Melihat Ihsan mulai makan Shafa akhirnya mengambil makanan untuknya sendiri lalu mulai menyantapnya dengan anggun, sedikit kontras dengan Ihsan yang terus mengunyah dengan lahap sambil terus menambah porsi.

Setelah selesai makan, Shafa segera membunyikan bel ruang makan saat tiba-tiba banyak orang langsung masuk kesana, termasuk seorang ksatria yang langsung berteleportasi kesana.

"Hhh ayah, kau pakai teleportasi begitu mendengar bel, gak mau kalah banget sih," keluh seorang pemuda yang juga bergegas menuju tempat itu.

Kusuma dan Bhatara juga tiba dan menyaksikan ayah dan anak itu mulai mengambil mangkok dan makan dengan lahap. Merekapun juga ingin mengambil bagian dari masakan Shafa.

"Kan sudah kubilang gak boleh pakai jurus didalam keraton pak Faisal, kau juga mas Alan, buru-buru banget," keluh Shafa sat menyaksikan ayah dan anak itu makan seperti diburu waktu.

"Hmmmmh kenapa gak boleh sih dewi?, masakanmu enak banget, gak bisa ya aku melanggar peraturan untuk yang ini saja," ucap pria yang bernama Faisal tadi.

"Hmm ayah, kan dewi buat peraturan itu untuk hal seperti ini," balas anaknya yang bernama Alan.

"Eeee benar juga, hehe maaf," balas Faisal.

"Hhh gimana sih, ayah dan anak sama aja," keluh Kusuma.

"Tenang saja nak Shafa, aku bisa sedikit memberikan pelajaran untuk mereka setelah selesai makan," balas Bhatara dengan mata menyala.

Lihat selengkapnya