Nataraja

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #6

Murugan

"Aku tak tau lagi, kenapa sebenarnya kita bisa berseteru, adikku itu kenapa sebenarnya," pikir seorang pemuda yang saat itu sedang terduduk diatas tumpukan mayat lalu merogoh sakunya untuk mengeluarkan sebungkus rokok dan sebungkus korek lalu dia ambil satu batang rokok itu dari bungkusnya menggunakan mulutnya dan menyalakannya dan saat itu juga dia membaringkan tubuhnya diatas tumpukan mayat yang membusuk itu, membiarkan darah mayat-mayat itu membasahi pakaian dan tubuhnya.


"Lintaaaang? , ngapain kamu disana, ayo turun, ada undangan yang harus kita hadiri," panggil seorang gadis dari bawah.


"Iya Rasha, sebatang dulu, tunggulah, lagian mau ngapain sih disana, pertemuannya masih besok," balas pemuda tadi yang bernama Lintang.


"Baiklah, nanti kau datang kebawah ya, kutunggu," balas Rasha sembari duduk dengan tenang diantara sungai-sungai darah yang mengalir dari tumpukan mayat tempat Lintang bersantai.


Tak berapa lama kemudian Lintang akhirnya selesai merokok dan menuruni gundukan mayat itu menuju Rasha yang menunggu dengan tenang dibawah.


"Ayo Rasha, kita berangkat ke Ariloka, aku bersiap dulu," ucap Lintang.


"Ya, aku juga akan bersiap," ucap Rasha sembari berdiri dari atas sungai darah yang membasahi dirinya.


Beberapa saat kemudian di kediaman Lintang. Saat itu Rasha terlihat sedang melipat baju, wajahnya terlihat murung meski mulutnya memaksakan sebuah senyum kecil. Baju demi baju disiapkannya dengan cekatan lalu tibalah dia di sebuah lemari berisi kotak persenjataan. Rasha mematung sejenak menyaksikan sepasang kaos yang terbuat dari rajutan logam yang dibacakan banyak mantra.


"Rudra kavacha, zirah yang kita dapat saat turut membela wilayah sang Ananta Hara, waktu itu wilayahnya masihlah sebuah kecamatan, kini dia adalah seorang kaisar yang sangat kuat dan takdir memaksanya untuk bertarung melawan kita, dari awal aku tau dia kejam dan akan mengorbankan apapun demi tujuan besarnya tapi tujuan macam apa yang dia inginkan sehingga harus mengorbankan orang-orang yang dia sayangi atau bahkan dirinya sendiri, pertaruhan macam apa ini," gumam Rasha saat Lintang masuk mengamatinya dari belakang.


"Entahlah Rasha, kurasa dia dapat bisikan-bisikan aneh, hal macam apa memangnya yang dia inginkan dari memenangkan pertempuran ini!?, apakah kejayaan!?, untuk apa kejayaan kalau tak ada satupun orang yang merayakannya, mimpi itu terlalu jauh dimasa depan, kekayaan?, bagaimana dia bisa menikmati kekayaan itu kalau semua orang yang dia sayangi mati, takhta?, tidakkah takhta mengutuknya dengan beban amanah yang menghancurkan hari-harinya, wanita?, tak cukupkah Prajnaparamita untuknya?, apa sebenarnya tujuannya, pasti ada pengaruh buruk dari orang lain yang memaksanya melakukan semua ini, sudah kuduga berkumpul dengan para kriminal itu akan merusak pemikirannya," ucap Lintang dengan geram.


"Masih saja berpikir kalau Ihsan tak berperan aktif dalam pertempuran ini, harusnya kau lebih mengenal Ihsan dariku Lintang, dia itu mengerikan, pasti punya tujuan besar, sayangnya kita tidak tau apa itu, mungkin kalau kita tau semuanya akan lebih mulus," pikir Rasha sembari kembali menyiapkan barang di koper mereka.


Tak berapa lama mereka akhirnya menuju vimana milik mereka, sebuah pushpaka vimana emas yang sangat mewah. Saat itu Lintang berjalan masuk membukakan pintu dengan gagang merak emas untuknya dan Rasha untuk masuk dan tak berapa lama setelah mereka masuk vimana itu langsung melesat menuju keraton Ariloka.


Tak berselang lama vimana mewah itu akhirnya sampai di keraton Ariloka, deru suaranya saat turun seolah memanggil para pelayan disana untuk berjajar memberikan hormat pada pemiliknya. Begitu vimana itu mendarat keluarlah Lintang dengan wajah garang dan nyala energi yang mengerikan sampai beberapa orang mulai kehilangan kesadaran karena tekanan energi yang membuat otak mereka ketakutan itu. Langkah demi langkah yang dilalui Lintang menggetarkan hati para pelayan disana hingga akhirnya Rasha keluar untuk meniupkan angin sejuk yang meredakan ketakutan para pelayan yang ada didekat Lintang dan diujung jalan Lintang ada Alim, Yusuf dan Steve yang menunggu dengan tenang.


"Kurasa tidak baik kalau engkau membuat orang-orang ketakutan dengan menyalakan energimu sekuat ini mas Lintang, selamat datang di Ariloka," ucap Alim dengan hormat pada kakaknya.


"Maaf Narayana," balas Lintang sembari menurunkan energinya.


"Dewa perang Kartikeya, apa kau baru saja selesai menumpas lawan, aku masih merasakan bau darah menempel di tubuhmu," ucap Yusuf.


"Kau benar oh Brahma, kurasa aku belum terlalu bersih," balas Lintang.


Lihat selengkapnya