Hari ketujuh pertempuran.
"Ini sudah waktunya untuk melepaskan mereka, aghora," ucap Ihsan sembari mulai membuat mudra pada Rio dan Shafa yang ada disebelahnya.
"Tentara mengerikan itu akhirnya akan kau lepaskan, apa kau yakin melepaskan satu orang saja sebagai awalan akan bagus," tanya Rio.
"Dibandingkan sadyojata atau vamadeva, mereka takkan sekuat itu di level yang sama tapi pertumbuhan level mereka akan sangat cepat dan dengan begitu saat pembelahan terjadi maka jumlah mereka juga akan meningkat jauh lebih cepat selain itu aku juga akan maju. Fase awal pertempuran ini sudah hampir usai, kita harus berhenti memberikan sambutan dan mulai pertunjukan yang sebenarnya. Koleksi mantra perubahanku juga akan kulepaskan, triyambaka, sarabheshwara, maharudra, mahakala, nataraja dan mungkin yang lainnya juga kalau aku perlu wujud yang lebih simpel," ucap Ihsan dengan penuh percaya diri.
"Lima itu adalah yang paling kuat untuk sekarang bukan," tanya Rio.
"Iya, lima itu yang memiliki kaliber paling tinggi, yang lain juga ada kok, tenang saja," ucap Ihsan.
"Kau sudah punya wujud-wujud itu sedari dulu, kenapa baru kau namai sekarang," tanya Rio.
"Sebelumnya ini tak ada artinya, aku tidak hidup hanya untuk bertempur tapi saat ini menamainya adalah hal yang kuperlukan, aku ingin bisa mengaktivasi jurus milikku dengan cepat dan itu bisa kulakukan dengan menamainya, bersiaplah Rio, kita akan menggetarkan pertempuran ini," ucap Ihsan sembari melepaskan tentara aghora dan mulai memasuki meditasi dalam keadaan berdiri.
"Ihsan sudah mulai mengumpulkan tenaganya untuk berperang ya, aku takut melihatnya seperti itu lagi, bagaimana kalau dia lepas kendali sepenuhnya dan malah menghancurkan segalanya, kalau itu terjadi aku harus menghentikannya, dia tak boleh kehilangan dirinya sendiri, aku tak mau dia berakhir menjadi tiran, aku hanya ingin melihatnya sebagai lelaki yang penuh dengan senyuman, melihatnya sebagai Ihsan," pikir Shafa saat menyaksikan Ihsan mulai memasuki meditasi yang sangat dalam.
Disaat yang sama di garis depan.
"Kau akan ikut membantu kami bertempur di garis terdepan ya, bagaimana dengan ayahmu," tanya Lintang pada Salsa.
"Tujuanku saat ini adalah mengalahkan Prajnaparamita. Ayah dan tuan Kevin juga akan ikut, tolong pimpin pasukan kita semua dengan baik wahai Devasenapati," ucap Salsa.
"Garis depan akan lebih extrem dari yang kita hadapi sekarang, apa kau tidak masalah," ucap Bowo.
"Dia bukanlah wanita lemah Bowo, Prithvi devi mungkin akan menjadi Ishvara selanjutnya kalau tuan Adam ingin turun atau meninggal," ucap Rasha.
"Aku tidak pernah berpikir seperti itu, selagi ayah sehat semuanya akan baik-baik saja," ucap Salsa dengan senyuman tipis diwajahnya saat Adam dan Kevin keluar dari tenda bersama pasukan Reksanara yang semuanya siap menuju medan tempur.
"Baiklah, ayo maju," ucap Lintang sembari memanggil dan menghentakkan velnya untuk menandai pertempuran.
Saat itu juga mereka semua keluar dari benteng dan merangsek bersama menuju garis terdepan untuk semakin mendorong kemenangan.
Siang harinya disisi lain pertempuran.
"Sudah tujuh hari ya kita bertempur, tak kusangka setelah semua konflik yang kita alami sebelumnya sekarang kita bisa bertarung dengan kompak," ucap Steve sembari membuat tembok pasir untuk menghadang musuh.
"Sebelumnya kita hanya salah paham dan membuat semuanya kacau, sekarang mungkin kita bisa lebih saling memahami dengan keadaan," ucap Zahra.
"Ada bagusnya juga perang ini ya," pikir seorang pemuda disamping Steve dan saat itu sedang menembaki musuh dengan anak panah.
"Dasar aneh, kita terpaksa saja disini, asmaramantra milikmu itu permanen ya Iqbal," ucap seorang lelaki pada pemuda yang sedang memanah tadi.
"Kalian harus lebih kuat dariku untuk menghapus efeknya, kalau tidak ya selamanya kalian berdua berada dalam kendaliku, Khaled, Fatah," sahut Iqbal yang baru usai menghujani musuh dengan panah dan mengaktifkan mantranya.
"Dasar mengerikan," gumam lelaki tadi yang bernama Khaled.
"Hhh yang penting sekarang kita serang aja musuh, itu isu dimasa lalu," gumam lelaki disebelah Khaled yang bernama Fatah.