Malam hari dihari kesepuluh pertempuran.
"Yusuf maju tanpa aba-aba, dasar aneh, sudah kubilang untuk memberitahu diriku terlebih dahulu," ucap Alim dengan kesal.
"Tapi dengan begitu kita bisa memberikan tekanan yang sangat kuat pada musuh," ucap Bagas.
"Ini bukan hanya soal dominasi sementara, aku perlu untuk memastikan pasukan Harisena rapi dan mudah untuk diatur, tentara vamana, kurma dan matsya sudah dilepaskan dan kurasa itu sudah cukup untuk hari ini, tak perlu sampai salah satu panglima besar kita yang masuk, kontrol pada pasukan sendiri jauh lebih penting daripada melakukan serangan yang tidak terarah," ucap Alim.
"Lalu bagaimana, Yusuf sudah maju," ucap Bagas.
"Kalau dia sudah maju begini mau bagaimana lagi, kita perlu untuk memanfaatkan tempo yang dia buat, akan aku minta pak Arya untuk menyebar dan memenangkan pertempuran di wilayah sayap kiri," ucap Alim.
"Tuan Alim, nampaknya pasukan mengalami sedikit masalah," ucap Amra yang baru saja masuk.
"Apa maksudmu, apa masalah yang terjadi," tanya Alim.
"Mereka menghadapi banyak sekali veteran dharmayudha ketiga yang dibangkitkan oleh sanjivani, ada indikasi juga bahwa mereka menggunakan senjata-senjata yang jarang dilihat di jaman sekarang sehingga kita lumayan kewalahan," ucap Amra.
"Senjata yang jarang dilihat?," tanya Alim.
"Iya tuan, lemparan telur, bom gas, dan lain-lain," ucap Amra sembari menunjukkan data dari serangan yang diterima.
"Senjata-senjata macam apa ini, harpun ekor pari?, panah gigi hiu, tali rambut manusia, apa orang-orang dari masa lalu itu memang menggunakan senjata-senjata macam ini untuk memenangkan pertempuran, aneh sekali, aku tak pernah membacanya di literatur manapun," ucap Alim.
"Ada dua kemungkinan Alim, pertama adalah benda-benda itu memang baru dan merupakan kreasi dari pasukan Harasena dan kedua senjata-senjata itu dengan sengaja tidak dicatatkan dalam sejarah karena kurang efektif dan hanya merupakan opsi terakhir," ucap Shifa.