Sabtu, 1 Februari 2014, kemah Harasena. Saat itu Ihsan berdiri di depan pasukannya, mengamati medan tempur yang sekali lagi sudah dia luluhlantakkan bersama pasukannya lalu menolehkan pandangannya pada pasukannya lalu tersenyum tipis dan kembali maju sembari membunyikan genderang perangnya dan kembali menuju kencananya.
"Perang ini sudah berlangsung cukup lama, dharmayudha memang berbeda, aku bahkan belum menemukan petunjuk tentang kekuatan tempur musuh, untung saja pasukanku sudah mulai mendapatkan banyak peningkatan semenjak hari pertama. Saat ini aku cukup yakin mereka bisa melakukan lebih banyak konfrontasi terbuka. Garis depan sudah disiapkan oleh Faisal, saat ini beberapa batalyon perang sedang mengarah menuju dirinya dan bersiap untuk menyerang Kartikeya. Seharusnya secara hitungan pasukan maka kemungkinan menang kami cukup besar tapi melawan mas Lintang mungkin takkan semudah yang kubayangkan, dia pasti banyak belajar sebelum dan selama pertempuran ini, garis depan pasti akan sangat berbahaya, untuk sementara aku harus berhati-hati dan menahan diri dari terus melakukan konfrontasi besar-besaran, kalau kekuatanku terbaca maka musuh akan bisa menyusun rencana untuk melumpuhkan pergerakanku, mau bagaimanapun aku adalah panglima utama disini, kalau aku dilumpuhkan maka kami bisa dikatakan kalah, untuk sekarang aku harus lebih fokus mengembangkan pasukan dan membantu pasukanku yang terpojok serta melibas pasukan musuh yang memiliki kemungkinan untuk memberikan ancaman dan cukup mudah untuk diatasi," pikir Ihsan sembari menaiki kencananya.
Sementara itu disisi perkemahan Harisena. Saat itu air hujan sedang mengalir membersihkan wilayah itu dari genangan darah yang terbentuk dari konfrontasi yang baru saja dimenangkan oleh Alim yang saat itu berdiri ditengah hujan dengan pedang masing terhunus ditangannya. Saat itu dari belakang salah satu prajurit Harasena kembali berdiri dan mencoba membidik Alim akan tetapi sudharsana segera memotong lehernya dan kembali ke jemari Alim.
"Bagaimana kabar dari Kartikeya, apakah dia sekarang sudah menemukan pasukan musuh, apakah tuan Sakra sudah bertemu dengannya," tanya Alim.
"Mereka sudah bertemu wahai Shri Hari, kini mereka telah bergerak ke garis depan," ucap Amra.
"Bagus, setelah para Maharsi dikalahkan, kita telah mendapatkan momentum ini, kita harus memanfaatkannya, kita harus menguasai garis depan, Kartikeya adalah komandan terbaik yang kita miliki dan kita akan mengirimkannya ke garis terdepan," ucap Alim.
"Tapi bagaimana kalau pasukan musuh telah bersiap, bagaimana kalau tuan Lintang dikepung, tidakkah kita harus membantunya," tanya Mistari.
"Tenang saja pak, kita fokus saja dengan persiapan pasukan kita, kau tak perlu mengkhawatirkan mas Lintang, dia adalah Kartikeya, kecuali Mahadewa sendiri yang datang untuk melawannya maka dia akan menang," ucap Alim dengan penuh keyakinan.
Sementara itu di garis depan, Lintang dan pasukan besarnya terlihat bergerak mengikuti berkas energi dari pasukan utama musuh. Dengan matanya yang menyala keunguan Lintang melintasi jagat raya sembari membersihkan tombak perangnya yang dipenuhi darah, kusirnya memacu kereta perang miliknya yang ditarik oleh enam ekor kuda putih miliknya. Tepat diatas kereta perangnya bertengger seekor ayam cemani jantan yang terlihat mencari-cari musuh dan didepan keretanya terbang seekor merak paravani albino yang siap menyerang siapapun musuh yang dilihatnya. Dibelakang Lintang ada pasukan tempur utama dari pasukan Harisena yang saat itu berada membentuk beberapa formasi kraunchavyuha untuk menyusuri Ananta Sunyata yang tak berujunh.
Saat itu dari sisi lain Sakra dan timnya datang untuk bergabung pada pasukan utama itu. Sakra menyaksikan dari jauh pasukan itu selayaknya kawanan burung bangau raksasa yang bergerak dengan sangat cepat melintasi ruang hampa. Saat itu Sakra segera membentuk kraunchavyuha juga dan bergerak menuju bagian formasi paling depan yang terdapat Lintang diujungnya. Sakra dengan cepat memposisikan dirinya dan pasukannya dibawah pasukan tempur Lintang lalu dirinya sendiri naik kesamping kereta perang sang Devasenapati untuk melapor.