Hari ke-113 dharmayudha keempat. Kedua pasukan terlihat kembali berhadapan di tengah angkasa luas mengikuti Yusuf dan Bhatara yang saat itu kembali melesat kearah satu sama lain sebelum akhirnya saling menyerang, Yusuf memulai serangan dengan tendangan keras yang disambut dengan hantaman keras Bhatara untuk menepisnya sambil kemudian Bhatara mengayunkan nandaka kearah Yusuf yang saat itu menepisnya dengan tongkatnya namun Bhatara melanjutkan putarannya dengan tebasan chandrahasa yang berhasil mengoyak zirah Yusuf menembus kulit sang Brahma dan mengucurkan darahnya yang akhirnya membuat Yusuf mundur untuk menembakkan sebuah bhoomiastra tepat kearah Bhatara yang saat itu menyambutnya dengan vayavastra untuk mencincang serangan Yusuf dan merangsek maju menuju Yusuf yang saat itu menghindarinya sambil menembakkan praswapastra yang segera dibalas dengan tembakan prajnastra dari Bhatara namun Yusuf mengikutkan tembakan anjalikastra yang sunyi disela-sela tembakan dan berhasil mengenai paha Bhatara yang membuat Bhatara kehilangan keseimbangan di hadapan Yusuf yang menembakkan varunastra untuk menghempaskan Bhatara menjauh sebelum akhirnya menyengatnya menggunakan indrastra namun Bhatara masih sempat merespon dan menyerap semua efek itu dengan antardhanastra miliknya sebelum akhirnya turun kearah kuda perangnya yang saat itu segera digunakannya untuk mengitari medan tempur sambil melepaskan panah dipahanya yang juga segera dia isi dengan gandharvastra tepat kearah Yusuf untuk menimbulkan ilusi sebelum menembakkan bhargavastra miliknya yang muncul sebagai ratusan senjata yang merangsek kearah Yusuf yang saat itu juga mendorongnya menggunakan tembakan vayayastra yang dibarengi dengan tembakan varunastra untuk menguatkan efek pendorongnya. Keduanya bertatapan sejenak sebelum akhirnya bermanuver kebelakang untuk menuju kereta kencana mereka masing-masing sambil melepaskan wahana mereka untuk saling serang. Ditengah pertikaian beruang dan angsa itulah kusir Yusuf mengendalikan kereta perang mereka dengan lihai mengitari medan tempur yang juga dimanfaatkan Yusuf untuk menghujani Bhatara dengan puluhan panah meski hal inilah juga yang seakan memberitahukan keberadaannya pada Bhatara yang segera menyambut serangan Yusuf dengan panah-panahnya yang sangat kuat yang segera menembus panah-panah Yusuf dan hampir mengenai sang Brahma dan berhasil mengoyak kereta perangnya meski hal ini segera diperbaiki Yusuf dengan sangat cepat.
"Oi mas Ben, aku akan ubah konfigurasi kereta kencananya, kuharap kau siap mengemudikan kereta yang lebih cepat dari ini," ucap Yusuf pada kusirnya.
"Gasken aden, gak ngegas gak seru," sahut kusirnya.
"Gokiiil, ayo mamen," ucap Yusuf dengan senyumnya.
Saat itulah juga Yusuf memodifikasi kereta perangnya dengan menambahkan beberapa jet pendorong dan sayap serta kaca pelindung untuk kusirnya sembari melepaskan kedelapan gajah supratika yang menariknya untuk menyerang Bhatara. Bingung karena serangan binatang Yusuf yang bertubi-tubi Bhatara segera menggunakan teknik ashura untuk mengubah konfigurasi tubuhnya dan menghantam binatang-binatang itu dengan tangan raksasanya sebelum kusirnya memacu kereta perangnya semakin cepat saat Bhatara mulai mencoba membidik namun Yusuf tak terlihat berada dalam pandangannya. Kebingungan segera merasuki hati Bhatara yang segera mencari-cari arah tembakan dari panahnya kearah Yusuf namun saat dia bingung mencari itulah kereta perangnya dijebol dari bawah oleh kereta perang Yusuf yang membuat Bhatara sedikit terombang-ambing mencoba untuk mengendalikan diri di angkasa lepas hingga akhirnya kusirnya menggenggam tangannya sehingga Bhatara bisa memperbaiki keretanya lagi.
"Terimakasih ayah, maaf sudah merepotkanmu," ucap Bhatara.
"Zaman apa yang kulihat sekarang ini nak, kenapa bisa ada anak-anak yang lebih kuat darimu," tanya sang ayah.
"Ini adalah zaman yang terbentuk karena mengangkat senjata bukan lagi prasyarat untuk hidup, lihatlah ayah, memang tak semua orang sekarang menjadi tentara tapi semua orang bersaing dengan caranya sendiri, sehingga mereka bisa mencapai puncak dari potensinya," ucap Bhatara.
"Itukah impianmu nak, aku iri padamu yang punya mimpi yang besar, dulu mimpiku hanya melihat kalian hidup saja," ucap sang ayah.