Nataraja

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #131

Rasa

Hari ke-131 dharmayudha keempat. Pukulan Ihsan dan Yusuf bertemu dan mengakibatkan sebuah retakan besar di angkasa disertai dengan dentuman keras yang mematikan banyak tentara. Sementara itu para pasukan yang masih berdiri dengan susah payah masih saling menyerang tak peduli darah sudah mengucur dari kepalanya dan sebagian tubuhnya yang sudah hangus terbakar atau mereka yang telinganya hancur terkena suara dentuman keras dari para perwira yang saling bunuh seperti orang gila dan disebalik itu semua ada Alim, sang Narayana yang mulai mencium bau busuk dari mayat-mayat yang berserakan saat dirinya menyaksikan pasukan yang masih berusaha bergerak meski sudah tinggal badan dan kepala, mendengar raung putus asa dari para tentara yang berjuang bahkan tanpa mengetahui apa yang mereka perjuangkan, merasakan getaran demi getaran akibat bertautnya serangan dan robohnya pasukan serta rasa manis darah dan pahitnya abu yang kadang memasuki mulutnya. Saat itu Alim menatap lebih tinggi lagi, menuju perseteruan Ihsan dengan saudara-saudara mereka sebelum memejamkan matanya dan membukanya kembali dan melihat pasukan atmasena Ihsan yang tertawa sambil membuat mudra untuk melepaskan awan-awan badai yang menutup pandangan Alim dari menyaksikan wujud asli Ihsan sekaligus menutupi medan tempur dalam kegelapan dimana yang dia lihat hanya kilau cahaya yang terpancar dari mata para perwira. Tak lama kemudian hujan mulai turun membasahi medan tempur, kian lama kian deras lalu mulai terdengar suara gemuruh halilintar yang bertautan dan angin yang mulai bertiup kencang, saat itulah Alim memejamkan samsaranetra miliknya dan kembali membukanya tepat dihadapan pekik tawa Ihsan yang mendekat saat dia memejamkan mata, membawa trisulanya ke hadapan iswaranetra Alim yang saat itu langsung menghempaskan atmasena saudaranya itu sebelum akhirnya mengeluarkan tombak kayu dari tangannya untuk menikamnya sampai lenyap.

"Haaahhh haaahhh haaahhh, kalian memang sangat mengganggu, aku daritadi mau menghadapi saudaraku itu dan kalian menghalangiku, kenapa kalian tidak tidur dengan tenang saja di alam kematian, merepotkan saja," gumam Alim.

Saat itu juga tiba-tiba Alim mengangkat telunjuknya seolah menantang Kusuma yang saat itu langsung tersulut dan segera mengeluarkan beberapa naga kayunya tapi sedari tadi Alim hanya bermaksud memanggil sudharsana yang bergerak mengiris sisi tubuh Kusuma untuk kembali ke ujung kuku Narayana. Tak lama kemudian Alim menghela napas sebelum melompat kearah Kusuma yang masih berlumuran darah dan mengayunkan gadanya tepat kewajah Kusuma yang saat itu segera dipindahkan oleh Kerta untuk menghindarinya lalu mengayunkan serangan gadanya sendiri yang ditepis oleh gada Alim yang jauh lebih berat sebelum menghentakkan Kusuma menjauh dengan kakinya.

"Aku tidak menyangka beberapa bulan lalu kau masih sangat merepotkan bagiku, waktu nampaknya tidak berpihak bagimu," ucap Alim.

Saat itulah dari tangan Alim keluar butiran pasir kecil yang segera digunakannya untuk mengikis taman gantung dibawahnya dimana hal ini coba dihentikan Kusuma dengan menembakkan peluru plasma kearah Alim yang dengan tenang menghindar sambil membuat beberapa tangan pasir yang segera mengejar Kusuma yang segera mencoba mengirisnya dengan beberapa tembakan plasma dari matanya sebelum dipindahkan Kerta menuju keatas dan menggunakan kesempatan itu untuk menembakkan banyak biji kacang pada Alim yang saat itu menahannya menggunakan kerangka avatarnya.

"Sepi angin yang dipakai mereka untuk berpindah masih primitif ya, ah wajar sih, tuan Kertarajasa kan penciptanya, apakah versi satvam, rajas dan tamas yang pernah dilawan mas Lintang bisa dipakainya, daritadi dia hanya berpindah, mungkinkah dia tidak bisa atau dia hanya menyimpannya sebagai kejutan, yang jelas pola perpindahannya masih lebih simpel daripada yang dimiliki tuan Faisal," pikir Alim sambil menyiapkan anak panahnya.

Dengan begitu Alim menggunakan kemampuan bhoota miliknya untuk meningkatkan kecepatan berpikirnya sambil meningkatkan jarak jangkau penglihatannya dan dengan begitu Alim mulai menandai satu demi satu berkas energi Kusuma dan Kerta. Tepat setelah Alim mengetahui berkas energi mereka, Alim segera menembakkan panahnya, ruang segera berbelok akibat berat panahnya dan juga menjadi sinyal perpindahan bagi Kerta dan Kusuma tapi disaat bersamaan Alim menembakkan beberapa anak panah menuju setiap tanda berkas energi terdekat dan benar saja salah satu anak panahnya menembus kaki Kusuma dan meremukkannya seketika. Kusuma segera mencoba memulihkan kakinya saat tiba-tiba air hujan mulai menguap disekitar tangan Alim yang perlahan menyalakan kembali api ditengah hujan sebelum kembali menyerapnya ditangannya dan menembakkannya berkali-kali dengan jarinya. Tak lama kemudian Alim segera melaju kedepan dan kini menyalurkan panas ditangannya pada pedangnya yang seketika itu langsung membara dan segera dia ayunkan kearah Kusuma yang saat itu juga disentuh oleh Kerta namun kali ini bukannya berpindah justru serangan Alim yang menembusnya, seketika itu seringai tipis terlihat diwajah Alim sebelum dia kembali mengayunkan pedangnya dan saat itulah Kerta dan Kusuma bertukar tempat dengan dua ekor naga yang seketika itu musnah terkena panas pedang sang Narayana.

"Hmm ternyata tau ya, dia mungkin mempelajari ulang jurusnya saat dibangkitkan atau mungkin dulu sudah tau tapi tidak tercatat karena tidak pernah ada kejadian besar untuk menunjukkannya tapi yang jelas dia bisa, aku harus mengganti opsi seranganku," pikir Alim.

Lihat selengkapnya