Dharmayudha keempat hari ke-134. Alim masih bertempur melawan Kusuma dan tentara Harasena yang terus-menerus membentuk perwira baru, serta para unit tempur yang terus berkembang. Darah membasahi seluruh tubuh Narayana namun begitu dia berdiri air hujan segera membersihkan kulitnya menyisakan kain-kain merah yang masih menempel sementara itu sebagian besar perwira Harasena sudah mulai bergelimpangan menghadapi Narayana yang tak kunjung bisa mereka berikan luka berarti. Disaat yang bersamaan Alim juga tak mau mengambil banyak resiko, dia kembali memanggil sheshnaag miliknya untuk segera melumat pasukan Harasena dengan tubuh besar dan kulit kerasnya.
"Hmm kurasa saat ini bukan saatnya menggunakan garuda, lawannya terlalu banyak, menggunakan wahana lebih cocok untuk perseteruan yang lebih kecil, aku perlu memanggil kencana milikku, kuharap pak Mistari sudah selesai dengan modifikasinya," pikir Alim sembari memberi sinyal dengan shankanya.
Suara lembut shanka mulai terdengar di medan laga, merambat sampai ke dalam sebuah gimana yang langsung terbuka pintunya begitu mendengarnya. Dari dalam terlihat sepuluh ekor kuda dengan mata menyala-nyala dan seorang kusir kuda yang mulai duduk dengan tenang mengemudikan sebuah kereta kuda yang dipenuhi dengan persenjataan sebelum akhirnya memacu kuda-kuda itu yang akhirnya melesat dengan kecepatan penuh ke medan tempur. Bersamaan dengan itu Kusuma juga segera mengisyaratkan bahwa dirinya ingin menggunakan kencananya dan dengan begitu Kerta segera berpindah menjemput kencana beserta kusir yang merupakan ayah mereka ke medan tempur.
Kedua kereta kencana itu akhirnya sampai di waktu yang hampir bersamaan dimana Alim dan Kusuma segera naik diatasnya.
"Pak Mis, tolong kerahkan semua kemampuanmu," ucap Alim.
"Kau sudah melatihku dengan baik Aden, serahkan tugas ini padaku," ucap Mistari sembari mengaktivasi tanda yoginya.
Seketika itu juga tubuh kusir itu menjadi gelap, tak berhenti sampai disitu, dia bisa menyalurkan tanda yogi itu keseluruh kencana bahkan kuda-kudanya yang kini tubuhnya jadi semakin kekar dengan kaki-kaki yang membara sebelum akhirnya Mistari menjalankan kencana dengan lembut. Disaat bersamaan Alim menyiapkan sharanga dengan rapi sebelum memunculkan anak panah dengannya dan mulai membidik. Disisi lain ada Kusuma yang juga membidik dengan gandiwanya diatas kencananya bersamaan dengan barisan Harasena yang siap memburu Alim.
Tembakan sharanga menjadi awal dimulainya kembali pertempuran, panah berat itu segera dihindari oleh Kusuma sambil membidik dengan gandiwanya sementara dibelakangnya terlihat dataran berhamburan dihantam anak panah seberat gunung itu. Pertempuran dilanjutkan dengan balasan tembakan gandiwa yang segera meluncur layaknya hujan saat Mistari memacu kecepatan kencana untuk menghindarinya sambil mengendalikannya untuk melesat ke udara dan menukik untuk menyerang saat Alim juga terus-menerus menembakkan panah yang memporak-porandakan medan tempur. Sementara itu ayah Kusuma memacu keretanya untuk menghindari serangan mematikan Alim saat Kusuma sendiri berusaha mengimbanginya dengan tembakan gandiwa.
"Itu model panah yang aneh, gimana caranya dia bisa menembakkan panah seberat itu," ucap ayah Kusuma.