Hari ke-139 dharmayudha keempat. Alim kembali bangkit untuk melanjutkan pertempurannya meski darah mengalir dari luka-luka di sekujur tubuhnya. Tak lama kemudian Kerta juga sampai ditempat itu membawa serta kencana Kusuma.
"Kau sudah memojokkannya dan masih memanggil bantuan kami, kenapa kau begitu panik kakak," tanya Kerta.
"Coba lihatlah baik-baik anak itu Kerta, dia masih menggunakan wujud Narasimha dan bukan hanya mengimbangi diriku tapi beberapa kali memberikan luka padaku, mungkin sekarang sudah sembuh tapi seharusnya butuh lebih dari mantra buas itu untuk mengimbangiku kalau dia punya level kekuatan yang setidaknya sama denganku, bahkan jika skala kekuatannya dibanding diriku sama dengan tadi masih harus ada banyak perkembangan untuk mengimbangi jarak antara Krishna mantra dan Narasimha mantra," ucap Kusuma.
"Kau benar kak, kurasa tuan Bhatara perlu menggabungkan tiga mantra Vishnu sekaligus untuk mengimbangimu, dia melakukannya hanya dengan satu," ucap Kerta.
"Kurasa kau perlu mengaktivasi Kala Bhairawa mantra itu nak, itulah kebiasaan burukmu, kau menganggap sesuatu serius tapi tak meresponnya dengan serius, tidakkah kau sadar kalau dia sedang mempelajarimu," ucap sang ayah.
"Itu gaya bertarungku ayah, karena itu aku bisa sekuat ini," ucap Kusuma.
"Hahaha, itulah kenapa kau akan kalah nak, bukan karena dia lebih kuat darimu tapi karena dia bisa mengerti kapan waktunya belajar, cobalah perhatikan lagi, dia panglima utama sekaligus Kaisar tertinggi musuh, bagimu ini adalah pertempuran pamungkas, kalau kau memenangkan ini maka perang akan berakhir tapi baginya kau adalah salah satu batu loncatan sebelum menghadapi panglima utama kita, sadarlah Kusuma, saat ini engkau bukanlah Kaisar utama disini, kau sudah tak memiliki mahkotamu itu, disini dialah yang memiliki mahkotanya dan ini kesempatanmu untuk menumpasnya, sadarlah sebelum terlambat nak, inilah nasehat dariku yang pernah menduduki takhta sebelum dirimu, nasehat dari seorang Taruma pada Kusuma," ucap sang Ayah dari Kusuma yang bernama Taruma.
Mendengar hal itu membuat Kusuma segera menggigit bibirnya dengan wajah pahit sembari mulai memfokuskan matanya menatap Alim dan akhirnya kembali mengangkat busur gandiwanya.
"Kau benar ayah, aku bukan lagi orang yang ada di puncak, aku tak perlu mengkhawatirkan apa yang terjadi setelah ini, saat ini aku hanya tentara biasa, aku bisa bertarung seperti dulu lagi, sebelum aku menjadi raja, seperti yang biasanya engkau lihat, anakmu yang penuh semangat, maafkan aku karena perlu selama ini untuk menyadarinya ayah, aku akan bertempur," ucap Kusuma yang mulai terlihat sumringah.
"Begitulah Kusuma, oiya, kau bisa panggil aku Taruma saja, kita sama-sama tentara disini, lagipula aku hanya mayat sanjivani, kau tak perlu menahan dirimu lagi Kusuma, majulah," teriak sang ayah sebelum memacu kencananya.
"Baik, tuan Taruma," balas Kusuma dengan senyum lebarnya.
Tepat setelah itu keraguan dihati Kusuma sirna sebelum akhirnya dia menghela napas panjang dan mulai menghujani Alim dengan panah dari gandiwanya. Menyaksikan hal itu Alim segera melayang sambil kembali memanggil kencananya seraya menembakkan panah-panah berat dari suaranya. Suara senar busur mereka segera menggema disisi gelap medan tempur namun kali ini Alim harus menerima banyak luka sementara panah-panahnya tak ada lagi yang mengenai kencana Kusuma yang berpacu sangat kencang dilangit sementara saat panahnya akan mengenai Kusuma, Kerta segera memindahkan kencana mereka menghindarinya. Disaat keadaan membingungkan itulah sheshnaag datang untuk memberi bantuan hanya untuk dihantam ratusan anak panah yang sedikit membuat luka padanya dan kemudian vasuki yang muncul untuk menarik kembali tubuhnya kesisi lain medan tempur sementara itu akhirnya Mistari datang membawa kencana Alim dan segera melesat menghindari serangan saat Alim akhirnya mulai bisa berdiri dengan tenang sambil menembakkan panah-panah yang berubah menjadi sangat berat begitu melesat dari sharanganya yang membuat satu diantaranya cukup untuk menembus beribu-ribu anak panah gandiwa tapi belum cukup untuk menghancurkan semuanya membuat beberapa masih menghantam pelindung dari kereta kencananya bahkan beberapa kali mengenai dirinya. Hal ini memaksa Alim untuk segera memulihkan diri sembari memperkuat pelindung kusirnya sebelum menembakkan kembali anak panah dari sharanganya sambil juga melelehkan panah-panah yang bersarang ditubuhnya menggunakan teknik bhoota untuk mengubah susunan tubuhnya menjadi api sebelum menebarnya ke medan pertempuran sebagai atmasena. Tak lama kemudian Alim melepaskan ratusan kupu-kupu dengan teknik tiryaka sebelum mengirimnya tepat kearah pohon-pohon raksasa yang menjadi medan tempur mereka agar mereka bertelur dan ulat-ulatnya memakan habis kayu-kayu itu sebelum kembali berubah menjadi kupu-kupu. Sesaat setelah itu Kusuma membakar kupu-kupu tadi dengan laharnya, tak membiarkan Alim meneruskan rencananya sementara dirinya sendiri kembali mulai menembaki Alim yang saat itu segera menahan menggunakan avatarnya.
"Aden!!, kau tak apa-apa kan!!," teriak Mistari.
"Aku gak apa-apa pak, fokus saja menjalankan kencana," ucap Alim yang terdengar bimbang.
"Engkau kenapa Aden!?, apa yang membuatmu ragu," tanya Mistari.
"Aku tidak ragu kok pak, hanya sedikit berpikir saja," ucap Alim seraya mulai membidik sasaran lagi.