Hari ke-161 dharmayudha keempat. Ihsan dan Alim akhirnya kembali bertemu, kali ini bukan untuk tertawa bersama, bukan untuk bersenda gurau membahas mimpi mereka, bukan pula untuk membuat rancangan masa depan. Kali ini mereka dipertemukan sebagai dua orang yang berdiri di puncak semesta, menentukan cara siapa yang akan membentuk peradaban manusia kedepannya. Kini dua anak yang selalu bermain bersama telah menjadikan Dunia sendiri sebagai papan permainannya, dua sahabat yang selalu bersaing menuju kejayaan kini tinggal saling mengalahkan, dua saudara yang selalu berbagi suka dan duka kini tinggal berdua membagikan luapan emosi mereka dipenghujung mimpi mereka, mimpi sederhana yang mereka bagikan dengan tawa, dibangun dengan keringat dan diwujudkan dengan darah. Sebuah mimpi mulia untuk menjadi yang terbaik tanpa tau bahwa untuk mewujudkannya Dunia menuntut mereka untuk memikul bebannya, tanpa mengerti bahwa umat manusia akan mengikat mereka dengan tanggungjawab memimpin mereka, tanpa memahami bahwa untuk setiap langkah mereka menuju mimpi mereka akan dipenuhi oleh bara derita dan hembusan badai ujian, tanpa melihat fakta bahwa di ujung jalan mereka harus berperang karena Dunia hanya menginginkan satu pemenang.
Tinju mereka akhirnya bertemu diikuti sebuah dentuman keras yang mengosongkan langit diatas mereka dari bintang-bintang sekaligus menciptakan gelombang yang mulai menggulung medan tempur dan meratakan medan pertarungan kedua saudara itu. Pertarungan berlanjut, Ihsan mulai lagi serangan dengan tendangannya saat Alim menangkisnya menggunakan lengannya sebelum balik menendang Ihsan yang saat itu segera menangkap kaki Alim dan menariknya sambil memutar badannya sebelum melanjutkan serangannya dengan menghantam dada Alim dengan sikunya hingga keduanya mulai tenggelam kedalam lautan. Didalam sana pertarungan tidak berhenti, keduanya kembali memasang posisi tempur dan mulai kembali saling baku hantam yang menyebabkan lautan bergolak sebelum akhirnya keduanya melesat keatas saling mengadu serangan dilangit. Saat itu Dunia tak lagi menyaksikan dua anak belia yang penuh mimpi, kini Dunia melihat mereka sebagai dua pria yang memperjuangkan prinsipnya. Serangan demi serangan mereka saling beradu yang menggetarkan jiwa orang-orang yang melihatnya dengan decak kagum berbarengan dengan desir ketakutan yang perlahan membuat mereka melangkah menjauh dan saat itulah Ihsan mengeluarkan trisulanya dan mulai menggetarkan medan tempur yang kemudian dibalas Alim dengan mulai memainkan sudharsana miliknya yang berkilat di udara memburu mangsanya. Saat itulah para perwira segera memahami keadaan, mereka segera lari dari medan tempur menghindari dampak pertarungan yang saat itu mulai menghancurkan tubuh para tentara yang terlalu dekat dengannya.
"Sudah tak ada kata kembali, ini adalah puncak peperangan," pikir Bagas sambil menerobos pertahanan pasukan Harasena.
"Kedua anak itu akhirnya bertarung, padahal dulu mereka hanyalah anak-anak biasa, kenapa sekarang pertarungan mereka terasa seperti bencana," pikir Rio yang mencoba menahan gempuran Bagas ditengah badai yang terjadi akibat pertarungan di tengah medan laga.