Hari ke-163 dharmayudha keempat. Ihsan dan Alim untuk sementara terdiam kembali mengambil ancang-ancang.
Om biswa guru Kalki Rama sudarshana hare hare.
Gada padma shankha shyama Rama Krishna hare hare.
Om shri kalki sarveshvaraya ishvaraya mahavataraya namaha.
Mantra akhirnya terlantun dari mulut Alim saat tubuhnya mulai memancarkan cahaya terang sambil menyerap energi alam semesta dalam jumlah yang luar biasa serta membangkitkan potensi sepenuhnya tenaga tantranya sebelum akhirnya semuanya reda dan memperlihatkan wajah Alim yang bagaikan langit malam dihadapan Ihsan yang untuk sementara terdiam sambil mulai membacakan Bhairava mantra miliknya namun Alim segera menggagalkannya, tak menginginkan pertarungan berlangsung berlarut-larut. Saat itu pedang Alim segera menghunus kearah Ihsan yang menghindar meski mulutnya masih bisa dirobek oleh Alim. Ihsan yang menyadari bahwa tidak mungkin baginya mengimbangi Alim dalam wujud Rudranya segera mundur sambil memulihkan diri dan juga melantunkan mantra Bhairava namun Alim tak mau memberikannya kesempatan, batuan muncul dari dalam tanah dan sulur-sulur tanaman mulai coba mengikat Ihsan saat Alim sendiri menyiapkan panasnya janardana api yang ditembakkan tepat kearah Ihsan yang saat itu dengan susah payah menghindari sulur-sulur tanaman yang mengejarnya sambil memainkan trisulanya untuk memotong semuanya sementara dihadapannya janardana ditembakkan kearahnya yang saat itu coba diimbangi Ihsan dengan tembakan bholenath angin dengan matanya untuk sekaligus memanfaatkan gaya dorongnya untuk menghindarinya. Saat itu juga Mahakala Bhairava kembali bangkit disertai dengan tembakan gelombang samudra yang menelan Alim seutuhnya. Keduanya akhirnya kembali berhadapan didalam air dan akhirnya Alim menyaksikan wujud mengerikan adiknya itu, wujud yang datang dengan tawa ganas sambil mengenalkan tinjunya dan mengarahkannya ke muka Narayana yang saat itu segera menahan dengan kedua lengannya meski masih terhempas ke angkasa. Menyadari kalau kekuatan mentah wujud Bhairava Ihsan lebih besar darinya, Alim segera mengubah strategi bertempurnya dengan bergerak berpindah-pindah menggunakan prakamya untuk mengumpulkan momentum sambil menembakkan puluhan meriam api dari tangannya. Melihat hal itu Ihsan segera menggunakan kekuatannya untuk melepaskan tiryaka berbentuk ratusan naga kearah Alim yang segera merespon balik dengan menggunakan garudanya untuk bermanuver di sekitar naga-naga itu sambil melepaskan ratusan kloningan garuda menggunakan tiryaka. Disaat bersamaan Ihsan segera melesat kearah Alim sembari memainkan khatvanga miliknya yang perlahan memanas dan mulai berkobar ujungnya lalu Ihsan segera memanjangkannya untuk meraih Alim dengannya namun gerakan Alim diatas garuda bukan hal yang bisa dengan mudah diikuti oleh Ihsan. Disaat yang sama Alim juga mengeluarkan sheshnaag miliknya yang mulai menelan tentara naga buatan Ihsan saat Ihsan sendiri mencoba mengalihkan potensi tiryakanya untuk menembakkan alga dilautan yang segera meledak populasinya dimana hal ini segera dimanfaatkan Ihsan sebagai pijakan sekaligus memanfaatkan udara bersih yang dihasilkannya untuk membuat meriam termal untuk membakar Alim yang saat itu dengan cepat mengatasinya dengan membuat tembok salju sembari berpindah tempat saat mengetahui kalau meriam itu terus memanas dan mulai menembus tembok saljunya. Sementara itu dari bawah Ihsan mulai menguraikan alganya dengan mikroorganisme penghasil gas alam sebelum akhirnya dia manfaatkan sebagai bom yang dia arahkan pada Alim. Untuk mrespon hal ini Alim justru melesat kearah ledakan bersama garudanya dan kemudian menembakkan janardana tanah kearah Ihsan yang segera mendorong adiknya itu menjauh hingga akhirnya Ihsan bisa menahan momentumnya dengan tembakan bholenath angin tepat didekat medan tempur Shafa.
Dalam keadaan itulah Ihsan menyaksikan sendiri Shafa yang sedang bertarung melawan sahabat-sahabatnya meski sedang kelelahan, para keluarganya yang saat itu sudah dipenuhi luka akibat pertarungan yang berlarut-larut dan pasukannya yang berguguran tanpa henti, berjatuhan dari langit dan mengambang diatas samudra, menunggu ikan-ikan memakannya.
"Inikah yang kau inginkan Mahadewa!!!, mengorbankan semuanya demi idealismemu yang pada akhirnya akan sirna dimakan waktu, bagaimana caramu mewujudkannya jika tak ada seorangpun yang akan membantumu, bagaimana jika mereka semua musnah di pertempuran ini!!," teriak Alim sembari bergerak kearah Ihsan.
Mendengar hal itu air mata Ihsan meleleh namun senjatanya masih terangkat saat dia menggigit bibirnya sembari kembali memfokuskan dirinya untuk melaju berperang, berusaha mengejar garuda hanya bermodalkan kakinya. Shafa yang melihat hal itu tak sanggup menahan emosinya, air matanya juga turut meleleh saat dirinya terus berusaha bertarung sekuat tenaga membela kekasihnya itu.
"Maaf Ihsan, aku membuatmu bertarung sampai sejauh ini, mungkin ada bagian dari perkataanku, tindakanku dan kebiasaanku yang membuatmu jadi seperti ini," pikir Shafa.