Nataraja

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #165

Bebarengan

Hari ke-165 dharmayudha keempat. Sebuah dentuman keras terdengar mengawali hari itu. Ihsan dan Alim terlihat mulai menggunakan serangan-serangan yang lebih destruktif dari sebelumnya pada satu sama lain. Ihsan mulai mengaplikasikan penggunaan kekuatan tanahnya sementara sambaran petir mulai terlihat disekitar tubuh Alim untuk menghancurkan serangan-serangan Ihsan.

Kekuatan yang terus beradu itu akhirnya menimbulkan suara keras yang akhirnya membangunkan sang Brahma dari tidur panjangnya.

"Ahh mereka akhirnya bertarung ya, aku gagal mencegah pertempuran mengerikan ini. Sekarang apa yang harus kulakukan, hmm mungkin aku perlu menjaga sebanyak mungkin orang agar bisa selamat, aku perlu menangkap sisa perwira Harasena yang cukup bisa memberikan pengaruh dan membawa mereka ke Dunia baru yang akan terbit setelah pertempuran panjang ini. Setelah Dunia ini dilebur oleh keduanya akan butuh banyak orang untuk membangunnya kembali. Aku sebenarnya masih bingung Ihsan ini menyuarakan kebebasan yang seperti apa, bukannya seharusnya kalau dia menyuarakan kebebasan maka dia seharusnya akan sepemikiran denganku, tapi dia malah bilang mengikuti suara masyarakat kecil yang tak tau apa-apa itu adalah hal bodoh, dia ini menginginkan struktur atau kebebasan sebenarnya, Dunia idealnya mungkin jauh lebih kompleks dari yang kupikirkan tapi apa, kenapa dia menentang konsep mandala Imperium terstruktur yang diperjuangkan Alim padahal selama ini dia penguasa yang pantas untuk itu, disaat yang sama dia juga tak setuju dengan model kebebasan berpendapat yang kuberikan dan bilang bahwa bobot kebijaksanaan berpendapat orang berbeda-beda, dia juga bilang kalau pola masyarakat yang diajukan mas Steve dimana hierarki sosial yang akan terbentuk secara natural akan menimbulkan perpecahan tapi juga menentang mas Lintang yang mengelompokkan masyarakat sesuai fungsi sebagai instrumen penuh kemajuan tanpa memandang status sosial, apa yang sebenarnya ingin dia perjuangkan, apa sebenarnya yang dia pikirkan. Ahh mungkin aku tak perlu memikirkan itu dulu, sekarang aku harus meminimalisir kerusakan akibat perang, takkan ada sistem tanpa masyarakat yang hidup didalamnya, aku harus menyelamatkan hidup orang-orang disini dulu sebelum memikirkan idealisme," pikir Yusuf sebelum akhirnya melesat kembali ke medan pertempuran.

Sementara itu disisi lain, tepat dibawah bencana besar yang ditimbulkan Ihsan dan Alim, ada sebuah pertempuran yang lebih kecil namun masih sangat mematikan. Saat itu Rio bersama kedua navagraha yang tersisa masih memimpin sebagian tentara Harasena untuk melawan Bagas yang saat itu sudah dibantu oleh Bowo dan Amra untuk memimpin tentara Harisena untuk mempertahankan diri mereka. Saat itu pedang Bagas kembali mengayun dengan kekuatan luar biasa setelah berkali-kali membabat habis musuh, kilatan hitam legam nandaka miliknya itu membawa teror pada tentara Harasena yang memahami betapa kuatnya pedang Bagas yang berkali-kali memotong tentara Harasena bersenjata lengkap bagai memotong mentega sementara dari sisi lain ada juga Bowo yang menerobos barisan tentara Harasena dengan gada besarnya yang melumat musuh bagai memukul balon air, hal ini diperparah dengan transmisi energi kinetik yang terus dilakukan Amra dengan kartunya untuk memporak-porandakan pasukan Harasena. Rio yang menyaksikan semua hal itu segera mencoba mengkomando kuda Brihaspati dan menggunakan sayap Surya untuk menyilaukan pasukan, sayangnya musuh memiliki perwira yang cukup kuat untuk menahannya. Keberadaan Bowo dan Amra saat itu segera membuat strategi berubah, Bagas saat itu segera memfokuskan diri untuk mengejar Rio dan memisahkan Surya darinya sementara Bowo mengejar Surya yang sudah terpisah itu dan menghantamnya menjauh menggunakan gadanya dan Amra saat itu mengkomando tentara Harisena untuk melumpuhkan Brihaspati yang saat itu berada dalam wujud kuda, akibatnya tak lama setelah kedatangan Bowo dan Amra posisi Harisena berbalik dari terpojok menjadi diatas angin, Amra dan tentara Harisena segera menemukan cara untuk melumpuhkan Brihaspati dengan berbagai macam trik yang dimilikinya, Bowo segera memadamkan setiap serangan Surya dengan pukulannya dan menyeretnya kearah Brihaspati untuk kemudian menahan keduanya agar Amra bisa menyegel mereka. Sementara hal itu terjadi Bagas mencoba mengakhiri duelnya dengan Rio di udara, tak mempedulikan bahwa kendali Rio atas elemen yang lebih baik darinya sehingga membuat Rio memiliki lebih banyak keuntungan tapi Bagas tetap menyerang meski hanya dengan pedangnya. Saat itu dia menahan serangan demi serangan Rio, baik itu tebasan beracunnya, tembakan bholenath maupun sambaran petir serta meriam angin berhasil ditangkis oleh Bagas sambil terus menapak langit menembus angkasa hingga akhirnya mencapai Rio dan segera menyayat dada dan perutnya sebelum kembali mendorong dirinya lalu mencekik Rio dan akhirnya membawanya ke permukaan air untuk akhirnya disegel pergerakannya oleh Bowo dan Amra.

"Sekarang tugas kita sementara sudah selesai, kita hanya perlu menunggu hasil dari pertempuran Narayana dan Mahadewa," ucap Bagas.

"Hahaha lalu kalian pikir kalian bisa apa setelah pertempuran itu selesai, kalau Mahadewa menang maka semua kemenangan kecil kalian ini takkan ada artinya, kami juga yang akan menang," ucap Rio.

"Kenapa kau begitu yakin Mahadewa akan menang Rio, temanmu itu harusnya sudah kelelahan setelah bertempur habis-habisan melawan empat mahamaharathi sekaligus, Narayana sedang diuntungkan disini," ucap Bowo.

"Lagipula kalaupun itu benar itu berarti kau hanyalah beban bagi pasukanmu karena kalah sekarang sementara masih ada kemungkinan pertempuran masih akan berlanjut setelah duel Narayana dan Mahadewa berakhir," ucap Amra.

"Cukup, perkataannya Rio bisa jadi benar, kita juga harus bersiap, kalau sampai Mahadewa yang memenangkan duel ini maka kita harus menghadapi orang itu, lihatlah apa yang akan kita lawan, kita perlu menyelamatkan para perwira tinggi yang lain untuk menghadapi yang seperti itu," ucap Bagas sembari melihat Ihsan dan Alim yang bertempur menggetarkan jagat raya.

Lihat selengkapnya