Hari ke-166 dharmayudha keempat. Ihsan dan Alim akhirnya membuka wujud tertingginya yang mulai mengganggu fungsi ruang dan waktu disekitar mereka saat kedua anak itu mulai melampaui batas-batas realita dan saat itu juga keduanya mulai saling mendekat memperlihatkan warna kulit dan rambut mereka yang kontras dengan wajah yang serupa. Tak menunggu waktu lama keduanya mulai memasang posisi dan akhirnya Ihsan memulai serangannya dengan pukulan cepat yang segera ditepis oleh Alim yang diikuti dengan tendangan lengkung yang ditahan oleh Ihsan sebelum mereka akhirnya melanjutkan adu serang itu yang dengan sangat cepat membuat goncangan keras di jagat raya sebelum akhirnya keduanya terdorong menjauh dengan mata mereka yang menyala-nyala sambil mulai menembakkan serangan-serangan mereka. Ihsan memulai dengan tebasan angin jarak jauh yang mulai mengoyak semesta disaat Alim dengan sigap menahan dan juga menghindarinya sambil menembakkan bola-bola api yang membara meski di ruang hampa untuk mengejar Ihsan semata. Hal inilah yang membuat Ihsan akhirnya memusnahkannya menggunakan peluru-peluru air yang ditembakkan dengan jemarinya sebelum kembali mendekat menggunakan cambuk air sambil mulai membekukannya menjadi sebuah pedang untuk menyerang Alim yang menyambutnya dengan tebasan panas nandaka.
Sementara itu dari bawah Yusuf yang mulai sadar segera mendarat kembali di medan tempur dan mulai membuatkan banyak sekali zirah pelindung bagi para perwira yang ada disana mengetahui bahwa saat itu realita sendiri sedang disiksa oleh pertempuran Mahadewa dan Narayana. Saat itu juga Steve dan Lintang juga kembali pulih dan segera mengkomando pasukan untuk saling melindungi saat menyaksikan angkasa mulai dirobek-robek oleh Ihsan dan cahaya mulai dibakar oleh Alim.
Dimasa itu seluruh Dunia menyaksikan rona cakrawala yang mulai berubah seolah terjadi pementasan di panggung besar bernama Dunia.
"Dek Nita, apa itu," ucap Tin sembari menatap langit yang sedang merona.