Nataraja

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #170

Ala Diadepi

Hari ke-170 dharmayudha keempat. Ihsan menggunakan pradhana miliknya untuk membelokkan ruang dan waktu untuk membentuk semesta yang baru, tempatnya melanjutkan pertarungan dengan Alim.

"Siapa sebenarnya Ihsan ini, apa benar dia adikku, apa benar dia manusia biasa, siapakah anak ini sebenarnya, kenapa dia bisa melakukan semua ini, apakah aku salah mengambil musuh, apakah dharma yang kubela itu salah ataukah dia wujud dari kekuatan yang bisa membolak-balikan dharma. Kalau dipikir lagi mungkin dia memang sering melakukan hal yang mustahil, bagaimana sebenarnya dia mengumpulkan harta sebanyak sekarang padahal aku mengerti masa kecilnya itu biasa saja, bagaimana sebenarnya caranya mendapatkan pengikut sebanyak sekarang padahal dia jarang menunjukkan diri pada semua orang, bagaimana dia bisa mendapatkan kekuatan seperti sekarang dengan tubuhnya yang sakit-sakitan itu, siapa kau sebenarnya adikku," pikir Alim saat menyaksikan Ihsan sedang berusaha berdiri.

Saat itu Alim terdiam sejenak karena menyaksikan sendiri Ihsan perlahan bangkit meski keringat bercampur darah mengalir dari seluruh tubuhnya dengan napas terengah-engah dan beberapa kali terbatuk-batuk memuntahkan banyak darah. Menyaksikan hal itu hati Alim sedikit iba dan membiarkan adiknya itu berdiri dengan susah payah namun pikirannya tak mengizinkannya untuk menolong mengingat bahwa yang berdiri di hadapannya itu adalah musuhnya.

"Kenapa kau tak menyerangku cak, lupakah engkau kalau aku adalah musuhmu heheh," ucap Ihsan yang masih tertunduk dihadapan Alim.

"Anggap saja ini sebagai tanda terimakasihku karena engkau memisahkan pertarungan kita dari semua orang dengan membuat semesta yang baru. Terimakasih Ihsan, kau sudah melindungi umat manusia dari kehancuran yang kita sebabkan," ucap Alim sembari menyiapkan kuda-kuda.

"Hahaha!!!, kau masih naif saja cak, kalau Dunia hancur maka tak ada satupun takhta yang bisa kududuki sebagai hadiah dari kemenanganku," teriak Ihsan.

"Hmph, aku tau kau tak pernah menginginkan takhta itu adikku, kau memang pandai menyembunyikan niatmu itu, sayangnya kau melakukannya didepanku yang melihatmu belajar berbicara," pikir Alim yang sedikit menitikkan air mata haru yang mengaliri pipinya menuju mulutnya yang terlihat tersenyum lembut.

Lihat selengkapnya