Hari ke-180 dharmayudha keempat. Beberapa pukulan brajamusti menghantam tembok-tembok penyusun dimensi medan tempur, melubanginya hingga menembus lapisan-lapisan yang tak terhitung jumlahnya hingga pada akhirnya dari salah satu lubang itu Ihsan terhempas penuh darah menghantam tembok demi tembok disana lalu dari darahnya yang tercecer itulah bermacam koloni binatang muncul, menyerbu balik penyerang yang merupakan Alim itu sendiri. Menyaksikan beribu koloni binatang itu menyerangnya Alim segera melepaskan jurus gandharva dan dengan cepat membekukan semuanya sebelum bergerak menyerang Ihsan. Saat itu Ihsan segera berusaha bangkit dan kembali membuat energinya bergelora dengan veeraraga sebelum melepaskan beberapa pukulan sekuat meriam, sayangnya hal ini bukanlah tandingan dari pukulan brajamusti Alim yang sekali lagi mendorong Ihsan menjauh meski Ihsan masih bisa berdiri tegak setelah menerimanya.
"Nampaknya menghajarnya sudah bukan opsi untuk menghentikannya, aku harus menguras energinya dengan ajian waringin sungsang, saat ini itulah opsi terbaik untukku tapi aku menyentuhnya setidaknya dengan perantara senjata untuk menyerap energinya dengan efektif," pikir Alim sambil bergerak maju.
Saat itu Ihsan mulai bergerak menjauh sambil menembakkan puluhan anak panah dari pinakanya yang segera melubangi tembok-tembok medan pertempuran dengan rapi. Melihat panah-panah pinaka berkilat dihadapannya Alim segera mengidentifikasi arah tembak dari anak panah itu lalu menembak balik dengan sharanga yang berhasil menjebol dinding pemisah antara dirinya dan Ihsan dan sekaligus melukai tubuh Ihsan.
"Hhh aku tidak bisa terus-terusan menggunakan wujud busur dan panah untuk pinakaku, aku perlu sedikit lebih kreatif, wujud ini memang punya banyak kenangan tapi esensinya juga harus ku pindahkan seperti cak Alim memindahkan esensi sharanga miliknya pada senapan gotri," pikir Ihsan seraya mulai memodifikasi wujud pinaka menjadi sebuah senapan runduk.
Melihat Ihsan mulai mengubah wujud pinakanya, Alim mulai menjadi lebih awas, mencoba mengantisipasi kemungkinan serangan jarak jauh yang jauh lebih akurat dan benar saja tiba-tiba peluru meluncur dengan kecepatan tinggi kearahnya dan melubangi benda-benda dibelakangnya dengan rapi sebelum akhirnya suara tembakannya terdengar ditelinga Alim. Saat itulah Alim melihat-lihat tubuhnya dan menyaksikan sendiri bekas-bekas dari tembakan pinaka menghantam zirahnya, menembus barir pancasonya.
"Benar juga, anak ini bisa mentargetkan dimensi ruang itu sendiri dengan tebasan angin biasa, dia harusnya juga bisa mentargetkannya dengan tembakan pinaka," pikir Alim sembari bergerak kedepan untuk memburu Ihsan.