Hari ke-181 dharmayudha keempat. Tatapan Ihsan dan Alim akhirnya terkunci lagi, kini dengan amarah memuncak. Tanpa pikir panjang segera mereka keluarkan pukulan-pukulan cepat mereka yang mulai membuat udara langit bergetar lalu diikuti dengan gerakan kaki mereka untuk mempercepat tempo gerakan mereka sekaligus juga untuk memberikan tendangan keras pada satu sama lain untuk menjatuhkan pijakan musuh. Melihat hal ini keduanya segera melesat keatas, melompati gedung-gedung ruangan sebelum akhirnya saling menembakkan jurus mereka.
Saat itu para tentara melihat dengan jelas tembakan laser cahaya hitam bholenath memotong kanopi medan tempur dengan rapi lalu diikuti dengan bola-bola janardana yang bergerak melubangi struktur-struktur penyusun medan tempur. Tak lama kemudian mereka mulai mendengar suara genderang perang dari Ihsan diikuti tiupan shanka dari Alim sebelum tiba-tiba suara hentakan keras terdengar dan diikuti dengan rembetan energi yang menyinari medan tempur dengan warna darah sebelum akhirnya mencuat keangkasa dengan bentuk selayaknya trisula yang juga diikuti dengan terpotongnya gedung-gedung akibat dari tebasan sudharsana.
Tepat di tengah panggung perseteruan itulah Ihsan dan Alim terlihat berkilat cepat diikuti dengan tembakan-tembakan bholenath dan gerakan cepat janardana yang bertumbukan disekitar mereka yang menimbulkan dentuman-dentuman keras yang merenggut nyawa.
Saat itu Ihsan mulai lebih ganas untuk memberikan serangan meski berkali-kali tangan dan kakinya hancur lebur saat menghantam satachandra namun dia terus memberikan serangan sambil meningkatkan efek regenerasinya secepat mungkin sampai dititik dimana dirinya tak memerlukan jeda istirahat untuk beregenerasi dan sekarang bisa melakukannya tanpa mengurangi tempo serangannya. Sementara itu Alim juga terus memperbaiki pertahanannya sambil juga terus meningkatkan kekuatan serangnya dengan brajamusti untuk mulai mengoyak tubuh Ihsan dan mendorongnya menjauh namun berkali-kali Ihsan tumbang, berkali-kali pula dia bangkit, meregenerasi tubuhnya bahkan dari hembusan energinya saja. Melihat hal ini membuat Alim mengubah strategi dan segera mencuatkan tulang-tulang dalam tubuhnya lalu meluncurkannya sebagai anak panah yang menancap ditubuh Ihsan dan mulai menyerap energinya akibat lapisan ajian waringin sungsang yang ditambahkan Alim tepat sebelum menembakkannya. Ihsan sejenak terdiam akibat energinya yang mulai tersedot anak panah Alim namun sekali lagi Ihsan masih bisa bergerak dan mulai menghancurkan tulang-tulang itu dari tubuhnya sebelum kembali beregenerasi lebih cepat lagi dari sebelumnya. Dengan begitu Ihsan bisa terus-menerus maju tanpa gentar menghadapi Alim yang sudah semakin geram untuk menghajar adiknya itu dimana saat itu dia segera mengikatkan rantai berlapis waringin sungsang pada Ihsan yang saat itu dengan cerdik merespon dengan menggunakan anima sebelum kembali membesar dengan mahima dan menghantam Alim sekuat tenaga sampai hancur tangan Ihsan tapi dengan itulah akhirnya Alim sedikit bisa didorong wajahnya oleh pukulan Ihsan.
"Anak gila, dia berhasil menyusul kekuatanku, lapis demi lapis mantra dan senjata sudah kupakai tapi kenapa, kenapa dia masih bisa melawan, tidak mungkin, aku yang harusnya diuntungkan disini," pikir Alim yang semakin kehilangan kesabarannya.
Seketika itu juga Alim mengembalikan fokusnya ke medan pertempuran dan menyaksikan tawa gila mulai kembali terlihat diwajah Ihsan namun kali ini isinya sudah berbeda dari sebelumnya. Ihsan saat itu sudah merasa cukup menjelaskan dengan kata-kata, batas kesabarannya sudah sirna dan kini yang dilihat oleh Alim adalah mimpi buruknya dari masa lalu. Wujud liar dari Ihsan yang melihatnya sebagai mangsanya. Dalam sekejap saja mata Alim terbelalak saat desir ketakutan merayapi hatinya dimana disaat yang sama Ihsan mengumpulkan kekuatan bholenath ditangannya dan kemudian menembakkannya keras-keras kepada Alim sampai keduanya terpental jauh.